Kami menyediakan berbagai simulasi kredit, dari kredit mobil, kredit rumah, kpr, kartu kredit dan lain-lain. Simulasi pinjaman bisa juga dilakukan di sini.

Sebagai Negara Maritim, Mengapa Indonesia Mengimpor Garam?

Indonesia adalah salah satu negara kepulauan di dunia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia dengan panjang 99.093 kilometer. Maka tak heran ketika di Medio tahun 2017 pemerintah memutuskan untuk mengimpor garam sebesar 75.000 ton dari Australia, masyarakat merasa heran dan terhentak.

Bagaimana bisa, sebuah negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia harus mengimpor garam dari negeri tetangga yang notabene hanya sebuah benua kecil dengan garis pantai lebih pendek dari Indonesia (panjang garis pantai Australia hanya 25.760 km)? Bagaimana bisa Indonesia sebagai negara maritim – yang luas wilayah lautnya masuk ke dalam 10 besar di dunia mengalami defisit garam dengan jumlah yang cukup signifikan?

Ternyata ada beberapa latar belakang yang membuat Pemerintah memutuskan untuk mengimpor garam dari Australia. Berikut adalah beberapa penyebabnya :

1. Adanya Ketimpangan Nilai Produksi dan Konsumsi Garam Nasional

Pemerintah memutuskan untuk mengimpor garam karena terjadi ketimpangan jumlah produksi dan konsumsi garam secara nasional. Itu artinya, kebutuhan garam masyarakat Indonesia jauh-jauh lebih besar daripada jumlah garam yang dapat dihasilkan oleh petani garam.

Dikutip dari bbc.com, menurut Sekjen Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia, Cucu Sutara mengungkapkan bahwa produksi garam nasional pada tahun 2016 hanya mencapai 144.000 ton dari kebutuhan konsumsi yang sebanyak 4,1 juta ton. Adapun dari total nilai tersebut, sebesar 780.000 ton digunakan untuk konsumsi publik, sedangkan sisanya untuk keperluan Industri.

2. Faktor Cuaca

Faktor cuaca juga memiliki peran yang besar mengapa produksi garam di Indonesia banyak mengalami gagal panen. Cucu Sutara mengungkapkan bahwa hujan terus menerus karena pengaruh La Nina membuat produksi garam terhambat dan nilainya produksi berkurang secara signifikan. Pada cuaca yang baik, satu hektare tambak garam dapat menghasilkan sekitar 70 ton garam. Namun jika cuaca buruk, jumlah produksi pun merosot tajam.

3. Faktor Teknologi

Meskipun Indonesia memiliki sumber daya alam yang mumpuni untuk menjadi salah satu produsen garam terbesar, namun pada kenyataannya, mengandalkan kekayaan sumber daya alam saja tidaklah cukup. Selama ini petani garam di Indonesia masih menerapkan teknologi yang sederhana dalam memproduksi garam.

Indonesia menerapkan teknologi evaporasi dalam memproduksi garam yang sangat bergantung pada cuaca dan sinar matahari. Indonesia juga masih menggunakan kincir angin serta pengeruk kayu, yang membuat kapasitas produksi sulit untuk ditingkatkan. Sedangkan Australia memproduksi garam dengan cara menciptakan suatu tambang garam, sehingga garam dapat diambil secara praktis dengan cara dikeruk.

Selain itu garam Indonesia, juga memiliki kualitas yang masih rendah. Sebaliknya garam Australia memiliki kualitas yang lebih baik karena sudah diproduksi menggunakan teknologi yang sudah maju.

4. Keterbatasan Lahan

Garis pantai Indonesia memang sangat panjang, namun apakah semuanya dapat dijadikan lokasi penambangan garam? Jawabannya adalah tidak. Menurut Sekjen Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia, Cucu Sutara, anggapan orang awam bahwa tingkat produksi garam selalu berbanding lurus dengan panjang garis pantai adalah mitos.

Pada kenyataannya dari garis pantai Indonesia yang memiliki panjang 99.093 kilometer, yang memenuhi syarat sebagai lokasi tambak garam hanyalah sebesar 26.024 hektare saja. Mengapa demikian? Hal ini karena dalam memproduksi garam, penentuan tambak turut dipengaruhi oleh sejumlah faktor lain yaitu air laut, serta tanah lokasi tempat garam diproduksi.

5. Ketidakberpihakan Pemerintah

Dari sekian banyak permasalahan yang membelit petani garam di Indonesia, faktor yang paling penting tentu saja belum adanya keberpihakan Pemerintah kepada petani garam. Hal ini dikemukakan oleh Bhima Yudistira selaku pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).

Meskipun Pemerintah sendiri sebenarnya sudah memiliki suatu program yang bernama Pugar (Program Untuk Garam Rakyat) namun hingga saat ini belum menampakkan hasil yang signifikan.

Bhima menambahkan bahwa dari jumlah peningkatan produksi saja, Pugar hanya mencapai target sebesar 50%, karena realisasi bantuan kepada petambak garam juga tidak pernah mencapai 100%.

Salah satu hal yang menyebabkan hal tersebut adalah rantai penyediaan garam yang begitu panjang sehingga petani garam tidak pernah merasakan keuntungan yang melimpah ketika harga garam naik. Hal ini kemudian memicu beralihnya banyak petani garam ke ladang penghasilan lainnya.

Merujuk data dari KIARA (Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan) dalam lima tahun terakhir saja, jumlah petani tambak garam terus menurun drastis. Pada tahun 2012, tercatat terdapat 30.668 jiwa petani garam, namun di 2016 jumlahnya merosot hingga 21.050 jiwa saja. Dalam hal ini, ada sekitar 8.400 petani garam yang kemudian menganggap garam tak indah lagi sebagai ladang penghasilan sehingga mereka lalu beralih profesi.

Bagaimanapun juga impor berkepanjangan bukanlah merupakan suatu solusi cerdas yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut, sehingga dibutuhkan tindak lanjut yang tegas daripada sekedar impor.

Artikel Terkait

Demikianlah artikel tentang mengapa Indonesia mengimpor garam, semoga bermanfaat bagi Anda semua.



Mau Tahu 10 Universitas Terbaik di Indonesia? Ini Daftarnya!
10 Orang Terkaya 2019 di Indonesia
5 Peer to Peer Lending di Indonesia yang Patut Diperhitungkan
Fungsi dan Tugas Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia
Dampak Resesi Akibat Virus Corona Terhadap Perekonomian Indonesia
Bagaimana Cara Memilih Bank di Indonesia?
Contoh Bisnis dengan Skema Ponzi di Indonesia
Ingin Investasi Bitcoin? Perhatikan Dahulu Hal-Hal Berikut Ini!
Mengapa Sebuah Negara Mengimpor dan Mengekspor Produk Yang Sama?
List Produk Tabungan Haji dari Bank-bank Syariah di Indonesia


Bagikan Ke Teman Anda