Akankah Pengangguran Digaji?
Tak bisa dipungkiri jika pengangguran sering kali menjadi permasalahan ekonomi dan sosial di berbagai negara, termasuk Indonesia. Semakin banyaknya pengangguran diakui atau tidak akan berpotensi menimbulkan konflik sosial dan hukum. Sebut saja kesenjangan ekonomi dalam masyarakat bahkan memicu tingginya tindak kriminal.
Beragam wacana yang dilontarkan ke publik sebagai solusi untuk menekan angka pengangguran. Ada yang benar-benar direalisasikan, ada juga yang sebatas percakapan publik belaka. Salah satunya adalah menggaji pengangguran dengan kartu pra kerja. Perlu diketahui bahwa kartu pra kerja merupakan sarana yang digunakan untuk menggaji pengangguran sebagaimana dijanjikan oleh calon presiden incumbent pada Pilpres 2019 lalu, yakni Joko Widodo. Setelah terpilih kembali sebagai presiden untuk periode berikutnya, akankah pengangguran benar-benar akan digaji oleh pemerintah?
Penyebab Pengangguran
Wacana pemberian gaji kepada pengangguran menuai pro dan kontra di masyarakat. Apapun solusi yang ditawarkan, harus dipahami dulu faktor-faktor yang menjadi penyebab pengangguran. Sebab, tingginya angka pengangguran bukanlah harapan dan impian dari masyarakat dan pemerintah di suatu negara. Artinya, tidak ada seorang pun dari anggota masyarakat yang menginginkan apalagi bercita-cita menjadi pengangguran.
Lantas, apa sebenarnya yang menjadi penyebab pengangguran? Banyak. Beberapa di antaranya sebagai berikut.
- Keterbatasan lapangan kerja
Dari tahun ke tahun jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat. Sayang, peningkatan jumlah penduduk tersebut tidak diikuti dengan ketersediaan lapangan pekerjaan dalam jumlah memadai. Jumlah penduduk yang meningkat tak berbanding lurus dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Akibatnya, serapan tenaga kerja menjadi tidak maksimal, bahkan dapat dikatakan rendah.
Keterbatasan lapangan kerja ini memiliki keterkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi. Dilihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini yang hanya mencapai 5,08%, tak heran jika angka pengangguran semakin banyak. Pertumbuhan ekonomi yang rendah mengindikasikan bahwa industri mengalami kelesuan dalam produksi. Tingkat ekspor rendah, sebaliknya impor tinggi. Rendahnya tingkat ekspor menunjukkan pula bahwa penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor industri juga rendah. Artinya, industri tak membutuhkan banyak tenaga kerja untuk menjalankan proses produksinya.
- Kurangnya keahlian dan keterampilan
Nilai akademis yang diperoleh semasa kuliah tak secara otomatis menjamin kesiapan terjun ke dunia kerja. Tak menafikan bahwa nilai akademis juga memiliki peranan penting, namun untuk masuk ke dunia kerja tak semata-mata hanya didasarkan pada nilai tersebut. Dunia kerja membutuhkan soft skill berupa keterampilan-keterampilan pendukung seperti kemampuan mengoperasikan komputer, kecakapan berbahasa asing terutama bahasa Inggris, dan lain sebagainya. Sayangnya, tak sedikit pencari kerja bahkan lulusan sarjana sekalipun yang keterampilannya masih tergolong minim.
- Terlalu selektif dalam memilih jenis pekerjaan
Setiap orang pasti ingin bekerja profesional sesuai dengan bidang ilmu yang dipelajarinya. Namun, kesempatan tak selalu datang sesuai harapan. Masalahnya, tak banyak yang mampu memanfaatkan kesempatan, sehingga terjebak dalam standar patokan yang ditentukannya sendiri. Hal ini tentu berakibat pada sulitnya mendapatkan pekerjaan.
Umumnya mereka yang memiliki nilai akademis memuaskan sering kali mematok standar tinggi untuk pekerjaan yang diinginkan, baik dari jenis pekerjaan maupun besaran gajinya. Mereka seolah tidak menyadari bahwa mereka belum memiliki pengalaman kerja dan keterampilannya pun belum terasah di dunia kerja.
- Malas melengkapi persyaratan berkas lamaran
Membuat lamaran kerja menjadi langkah awal dalam proses mendapatkan pekerjaan. Lamaran pekerjaan merupakan dokumen yang merepresentasikan sekaligus mempromosikan keunggulan dari calon pekerja. Umumnya lamaran kerja juga dilengkapi dengan transkrip nilai, CV (Curriculum Vitae), dan dokumen lain yang disyaratkan seperti SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian), surat keterangan sehat, surat bebas narkoba, surat bebas buta huruf dan warna, surat rekomendasi, dan lainnya. Meski cukup rumit, persyaratan ini harus dipenuhi oleh calon pekerja. Jika tidak, maka calon pekerja tidak akan lolos seleksi administrasi, karena dokumen lamaran kerjanya tidak lengkap. Kerumitan melengkapi berkas lamaran kerja inilah yang menjadikan calon pekerja malas untuk mengurusnya, sehingga mereka selalu gagal untuk mendapatkan pekerjaan.
- PHK
PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) merupakan mimpi buruk bagi pekerja yang bekerja di sektor swasta. Perusahaan melakukan PHK bisa karena telah berakhirnya masa kontrak kerja atau pengurangan jumlah karyawan guna menstabilkan sistem kerjanya. Jika perusahaan-perusahaan melakukan PHK massal, maka angka pengangguran jelas akan bertambah.
Cara Mengatasi Pengangguran
Pengangguran harus segera dientaskan apapun caranya agar daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat sehingga perekonomian kembali menggeliat dan mencapai titik stabil. Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi pengangguran. Beberapa di antaranya sebagai berikut.
- Memberikan pelatihan kerja
Salah satu penyebab pengangguran adalah kurangnya keterampilan. Sebab itu, untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan kerja. Cara ini dinilai cukup efektif karena memberikan keterampilan kepada masyarakat sehingga siap menghadapi dunia kerja. Selain mampu menghasilkan pekerja-pekerja dengan keterampilan yang memadai, pelatihan kerja juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dengan berwirausaha.
- Meningkatkan kualitas pendidikan
Pendidikan menjadi dasar terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas. Semakin baik dan berkualitas pendidikan yang diberikan kepada setiap warga negara, maka peluang bagi negara untuk berkembang dan lebih maju menjadi lebih besar. Sumber daya manusia yang berkualitas cenderung mampu berpikir kreatif sehingga dapat membuka lapangan-lapangan pekerjaan baru. Artinya penyerapan tenaga kerja akan semakin tinggi.
- Meningkatkan investasi
Berkembangnya perekonomian suatu negara tak lepas dari peran investasi. Peningkatan investasi akan berimbas pada tumbuh dan berkembangnya bisnis serta industri. Jika bisnis dan industri berkembang tentu akan membutuhkan banyak tenaga kerja untuk menjalankan proses produksinya. Artinya daya serap bisnis dan industri terhadap tenaga kerja akan semakin tinggi, sehingga angka pengangguran dapat ditekan.
Syarat pengangguran digaji pemerintah
Meski banyak solusi yang telah dilakukan untuk mengatasi pengangguran, namun permasalahan pengangguran ini selalu saja muncul di setiap negara, tak terkecuali Indonesia. Di tengah isu membanjirnya tenaga kerja asing dari Cina yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, pemerintah mulai melempar gagasan untuk menggaji pengangguran. Solusi tersebut menuai pro dan kontra di masyarakat.
Pemberian gaji kepada pengangguran dilakukan melalui kartu pra kerja. Pemerintah melalui jajarannya mulai merancang realisasi dari program ‘penggajian pengangguran’ ini. Gaji pengangguran ini rencananya akan dimulai pada tahun 2020. Untuk realisasi program ini, pemerintah menganggarkan sekitar Rp 10 triliun dalam RAPBN 2020. Dengan anggaran sebesar itu, peserta program kartu pra kerja akan mendapatkan ‘gaji’ antara Rp 300 – Rp 500 ribu per bulan.
Lantas, apa saja syarat untuk menjadi pengangguran yang digaji pemerintah? Adapun beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut.
- Berstatus sebagai WNI dan berusia minimal 15 tahun
Syarat utama bagi mereka yang menganggur untuk mendapatkan gaji adalah berstatus Warga Negara Indonesia (WNI) dan berusia minimal 15 tahun. Usia 15 tahun dianggap sebagai usia produktif, dalam arti seseorang dengan usia tersebut telah mampu melaksanakan pekerjaan dalam sektor informal.
- Pencari kerja yang baru lulus SMA/SMK dan perguruan tinggi, masyarakat umum, dan korban PHK
Pengangguran digaji jika mereka adalah pencari kerja baik dari kalangan yang baru lulus SMA/SMK dan perguruan tinggi, masyarakat umum, maupun korban PHK. Bagi para pencari kerja ini cenderung memiliki permasalahan masing-masing. Untuk para lulusan baru umumnya belum siap kerja karena masih minim pengalaman dan keterampilan teknis sebagaimana dibutuhkan industri. Tak mengherankan sebab selama di bangku sekolah atau kuliah, mereka lebih banyak mendapatkan teori dibandingkan praktik sehingga kemampuan akademis lebih dominan daripada keterampilan teknis atau kerjanya.
Bagi masyarakat umum yang tingkat pendidikannya rendah yakni SD dan SMP tentu sulit untuk mencari pekerjaan jika tidak didukung dengan keterampilan teknis yang memadai. Jelas saja, karena persaingan di pasar tenaga kerja dari tahun ke tahun semakin ketat. Apalagi harus bersaing dengan lulusan baru yang tingkat pendidikannya lebih tinggi dan usianya lebih muda.
Sementara bagi para korban PHK meski memiliki pengalaman kerja, tetapi tak serta merta mudah untuk mendapatkan pekerjaan yang baru. Hal ini bisa disebabkan oleh keterampilan yang dimiliki tak lagi sesuai dengan kebutuhan industri. Selain itu, usia yang telah lanjut bahkan mendekati usia pensiun sering kali menjadikan mereka kalah bersaing dengan kelompok pencari kerja lainnya.
- Melalui proses link and match dengan industri
Setiap pencari kerja atau pengangguran terbuka harus melalui proses link and match dengan industri. Proses link and match ini dimaksudkan untuk menggali potensi dari pencari kerja dan disesuaikan dengan kebutuhan industri atau pasar kerja ke depannya. Dengan adanya link and match, relevansi pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja dapat tercapai sehingga sumber daya manusia benar-benar siap kerja dan mampu memenuhi kriteria sebagaimana dibutuhkan industri.
- Bersedia mengikuti pelatihan selama 2 bulan
Gaji pengangguran tentu tak diberikan begitu saja. Setiap pengangguran baik terbuka maupun terselubung harus bersedia mengikuti pelatihan selama 2 bulan. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan, mengasah, dan meningkatkan keterampilan para pencari kerja. Dengan pelatihan ini diharapkan para pencari kerja benar-benar telah siap kerja atau mampu membuka lapangan kerja sendiri dengan menjadi wirausaha. Setiap peserta pelatihan nantinya akan mendapatkan sertifikat. Tak hanya itu, mereka juga akan mendapatkan insentif sebagai biaya hidup selama tidak bekerja.
Artikel Terkait
- Pengangguran Terselubung Vs Pengangguran Struktural
- Perencanaan Keuangan yang Pas Buat Kaum Millennial
- Cara Mempersiapkan Emergency Fund atau Dana Darurat
- Tip Keuangan UKM
Demikianlah artikel tentang akankah pengangguran digaji, semoga bermanfaat bagi Anda semua.