Apa Itu Digital Native?
Era teknologi digital tidak muncul baru-baru ini, tetapi telah melalui proses yang panjang. Banyak penelitian dan pengembangan yang dilakukan untuk menciptakan teknologi digital yang dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh semua kalangan seperti sekarang ini.
Perjalanan sejarah perkembangan teknologi digital ini telah membentuk kategorisasi generasi teknologi dari masa ke masa. Sebut saja generasi X (Gen X), generasi Y (Gen Y), dan generasi Z (Gen Z).
Tak hanya itu, ada pula istilah generasi milenial untuk menggambarkan kelompok generasi muda yang melek teknologi. Setelah istilah-istilah kelompok generasi teknologi tersebut telah akrab di tengah-tengah masyarakat modern, kini kembali viral istilah generasi teknologi yang disebut dengan digital native.
Apa itu digital native?
Digital native mengacu pada generasi yang tumbuh berkembang di tengah-tengah teknologi digital atau di era teknologi informasi. Berkenaan dengan hal tersebut, digital native merupakan kelompok generasi yang lahir di dunia digital dan tumbuh dewasa dengan teknologi canggih. Tak heran jika digital native begitu nyaman dan fasih dalam memanfaatkan teknologi.
Era teknologi digital sendiri dikenal sebagai era media baru, era komputer, dan era informasi, di mana proses digitalisasi telah mendominasi kehidupan masyarakat dunia.
Ketergantungan terhadap teknologi telah tumbuh secara signifikan. Teknologi telah merasuk dalam kehidupan dan aktivitas manusia sehari-hari, baik untuk kepentingan bisnis maupun pribadi.
Generasi milenial umumnya dipandang sebagai digital native pertama, yang kemudian diikuti oleh generasi berikutnya. Meskipun demikian, istilah digital native sebenarnya tidak mengacu pada generasi tertentu.
Digital native cenderung disematkan pada orang-orang yang lahir dan tumbuh dengan menggunakan teknologi seperti komputer, internet, dan perangkat seluler. Oleh sebab itu, tidak semua anak yang lahir saat ini secara otomatis merupakan digital native.
Digital native adalah istilah untuk generasi yang lahir dan tumbuh berkembang dalam dunia digital, di mana mereka berinteraksi secara teratur dengan teknologi sejak usia dini. Generasi ini cenderung lebih akrab dengan terminologi dunia digital.
Namun, bukan berarti mereka secara intuitif memahami pemrograman komputer atau proses jaringan mengirimkan data. Mereka lebih mudah memahami teknologi, karena sering berinteraksi dan bereaksi dengan itu.
Sejarah dan evolusi digital native
Sebenarnya digital native bukanlah istilah baru. Digital native dipopulerkan oleh Marc Prensky pada tahun 2001 melalui artikelnya yang bertajuk “Digital Natives, Digital Immigrants”. Artikel tersebut mengkritisi tentang kegagalan pendidikan di Amerika Serikat dalam memahami siswa modern.
Menurutnya, anak-anak membutuhkan lingkungan belajar yang kaya akan media. Selain dapat menarik perhatian anak, media yang berbasis teknologi dapat mengubah cara siswa dalam memproses informasi.
Meski tak menyebut definisi digital native secara detail, namun istilah tersebut mengacu pada anak-anak yang lahir setelah tahun 1980. Tak disangka istilah digital native diterima masyarakat dan menjadi populer.
Namun, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya kajian mengenai digital native, istilah tersebut kemudian mulai menuai kritikan, bahkan dari Prensky sendiri. Digital native yang dilabelkan pada generasi tertentu justru menimbulkan kesenjangan.
Potensi konflik generasi digital native
Perkembangan teknologi digital yang melahirkan generasi digital native tak serta-merta dapat diterima oleh semua kalangan. Sebab, tak semua kalangan mampu mengadopsi teknologi digital tersebut, baik secara intelektual maupun finansial.
Hal ini memicu timbulnya potensi konflik pada generasi digital native, di mana ‘agresivitas’ dan rasa ingin tahunya yang besar tidak diimbangi dengan keterbatasan kemampuan dari seniornya.
- Lingkungan kerja
Harus diakui tak semua angkatan kerja ‘melek’ teknologi, terutama mereka yang sudah tua dan memasuki usia pensiun. Kelompok yang hidup tanpa mengakses teknologi sejak dini sering disebut dengan istilah imigran digital.
Mereka terbiasa hidup tanpa teknologi, alias manual. Hal ini terkadang menyebabkan adanya perselisihan dengan digital native baik dalam pola pikir maupun sudut pandang dalam menyikapi suatu hal.
Misalnya dalam kehidupan kerja sehari-hari, pekerjaan yang didukung dengan teknologi komputer cenderung akan lebih mudah dikerjakan dan hasilnya pun lebih baik. Demikian pula dengan mesin-mesin industri yang berbasis komputerisasi.
Sayangnya, tak semua imigran digital mampu mengimbangi, sehingga berpotensi menciptakan konflik antara supervisor dan manajer yang lebih tua dengan angkatan kerja yang lebih muda.
- Lingkungan keluarga
Diakui atau tidak anak-anak lebih pintar dan cakap dalam menyerap teknologi informasi dibandingkan dengan orang tua. Bagi kebanyakan orang tua, media sosial seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, Telegram, Twitter, YouTube, dan lainnya dapat memberikan dampak negatif pada anak-anak.
Demikian pula dengan game. Padahal tidak selalu demikian. Meski tak dipungkiri ada efek negatifnya, tetapi kehadiran media sosial juga bermanfaat. Salah satunya adalah penyebaran informasi yang lebih mudah.
Sayangnya, orang tua ‘kadung’ khawatir dengan dampak negatif teknologi digital. Kekhawatiran tersebut cenderung didasarkan oleh pola pikir kuno. Selain itu juga keterbatasan orang tua dalam menyerap informasi, mengikuti, dan mengimbangi perkembangan teknologi tersebut.
- Lingkungan pendidikan
Entah disadari atau tidak sektor pendidikan termasuk masalah terbesar yang dihadapi oleh dunia digital. Saat ini, teknologi di bidang pendidikan telah demikian canggih. Banyak aplikasi yang bisa digunakan sebagai media belajar secara online. Sayangnya, guru yang bertugas memberikan transfer ilmu tak semuanya mampu mengadopsi dan beradaptasi dengan teknologi digital tersebut.
Idealnya perangkat digital yang ada mampu menunjang proses belajar yang lebih interaktif dan efektif. Faktanya tidaklah demikian. Banyak guru yang masih gagap dalam memanfaatkan teknologi, sehingga lebih memilih untuk menerapkan metode pembelajaran kuno, yang dirasa kurang menarik, sehingga siswa sulit untuk memahami materi pelajaran yang disampaikan.
Guru sebagai imigran digital sering kali mengalami kesulitan dalam mentransfer ilmu kepada digital native, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi. Teknologi terkadang dapat membuat frustrasi dan rumit, sehingga menyulitkan guru mengadaptasinya.
Apa pun kendalanya, teknologi menjadi tantangan bagi guru. Sebab itu, penting bagi guru untuk bisa memahami dan memanfaatkan perangkat teknologi digital dalam menetapkan metode pembelajaran yang menarik bagi siswa.
Dampak digital native terhadap bisnis
Otak digital native dibentuk oleh dunia digital. Hal ini dibuktikan dengan berbagai riset mengenai neurobiologi yang mengonfirmasikan bahwa secara fisik otak digital native berbeda dengan orang yang tidak bergelut dengan teknologi digital sejak lahir. Keunikan kaum digital native ini membawa dampak pada dunia bisnis dan pemasaran.
Digital native sering mempromosikan diri mereka sendiri dalam proses perekrutan, di mana hal ini tidak dilakukan oleh generasi sebelumnya. Keakrabannya dengan dunia digital, media sosial bahkan telah dijadikan sebagai platform utama untuk pemasaran. Strategi media sosial yang kuat mampu membangun pengenalan merek.
Kemampuan digital native dalam menyerap informasi secara efektif mendorong munculnya ide-ide baru dalam bisnis. Hal ini tentu saja menguntungkan, karena potensi untuk menciptakan samudra biru semakin besar.
Artikel Terkait
Demikianlah artikel tentang apa itu digital native, semoga bermanfaat bagi Anda semua.