Apa Itu KPR (Kredit Kepemilikan Rumah)?
Sebagaimana ada banyak jalan menuju Roma, ada banyak cara pula yang dapat kita lakukan untuk meminjam dengan mencicil. Di masa lalu, kita telah mengetahui ragam kartu kredit yang memberikan manfaat cicilan bagi ibu rumah tangga dan freelancer maupun pinjaman yang dapat kita lakukan atas barang-barang mewah bergerak seperti handphone atau perhiasan.
Semakin berkembangnya jaman, makin banyak pula produk perbankan yang tersedia untuk berbagai kebutuhan manusia yang kian menjadi kompleks. Salah satu produk tersebut adalah KPR, yang biasanya dikaitkan dengan kepemilikan rumah.
Sebelum kita kebelet mengajukan KPR demi rumah idaman, ada baiknya mengetahui serba-serbi KPR pada poin-poin di bawah ini, yang meliputi tujuan adanya KPR, syarat-syarat pengajuan, prosedur sebelum KPR disetujui, dan kekuatan hukum yang unik dari KPR:
- Tujuan Diadakannya KPR
Tidak ada peluncuran produk perbankan yang terjadi begitu saja tanpa tujuan yang jelas, termasuk KPR sebagai salah satu produk perbankan. Karena itu sebelum saya membahas serba-serbi KPR lebih lanjut, saya akan memaparkan tujuan diadakannya KPR oleh bank selaku pihak pemberi pinjaman.
Telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, KPR erat kaitannya dengan kepemilikan rumah. Semakin berkembangnya jaman dan penghasilan seseorang, kebutuhan seseorang akan hunian yang layak makin tinggi.
Dalam prakteknya, tidak jarang kita pun harus berkompetisi dengan orang-orang lain untuk memperebutkan rumah idaman. Beberapa orang memiliki daya beli yang tinggi, karenanya dapat langsung membayar seluruh uang untuk dapat memiliki rumah. Beberapa lagi memiliki anggaran dengan kemampuan sebatas mencicil namun tetap ingin memiliki rumah tersebut.
Tujuan KPR sendiri dilakukan atas dasar kebutuhan mencicil untuk memiliki rumah. Dengan hanya membayar uang muka sebesar 30 hingga 50 persen dari keseluruhan harga rumah, untuk selanjutnya bank yang akan membayarkan cicilan kepada orang-orang yang telah dinilai sanggup untuk mengembalikan uang bank.
- Syarat-syarat Umum dan Unik Dalam Mengajukan KPR
Berbeda dengan kredit pinjaman lainnya yang dapat dilakukan oleh warga negara asing dengan menunjukkan KITAS, untuk mengajukan KPR harus merupakan warga negara Indonesia yang dapat dibuktikan dengan adanya fotokopi KTP, KK, akad nikah atau cerai, dan NPWP. Selain itu, semua pekerjaan dapat diterima sebagai syarat mengajukan KPR, asalkan memiliki penghasilan.
Bukti penghasilan yang diperlukan cukup bervariasi. Bukan sekadar menunjukkan fotokopi slip gaji atau buku tabungan sebagai aliran masuk kas dari pelanggan, namun juga perlu menyertakan dokumen-dokumen lain seperti fotokopi SIUP, TDP, PBB, dan sebagainya. Selain itu, untuk dapat mengajukan KPR, seseorang harus terlebih dahulu memiliki sertifikat rumah asli.
Kemudian, perlu diingat pula batas atas usia untuk meminjam KPR adalah sekitar 50-55 tahun. Lebih dari itu tidak bisa mengajukan KPR, karena sudah dianggap usia pensiun dan tidak bekerja atau memperoleh penghasilan lagi.
- Prosedur Setelah Melengkapi Dokumen dan Sebelum Membayar Apapun
Sama seperti proses kredit lain, bank selaku pemberi pinjaman KPR tidak semerta-merta membiarkan orang memperoleh uang pinjaman begitu saja. Bahkan, sebelum kita membayarkan uang muka pertama kepada developer, kita harus melalui serangkaian proses setelah dokumen yang dibawa lengkap dan diserahkan pada pihak bank untuk diperiksa.
Yang jelas, pertama-tama bank akan mengadakan wawancara. Wawancara ini akan lebih banyak menanyakan tentang jenis rumah idaman yang kemudian dibandingkan dengan kesanggupan membayar kita. Selain itu, dalam wawancara, pihak bank juga akan menanyakan tujuan yang lebih spesifik dari mengajukan KPR. Karena itu, persiapkan jawaban yang mantap, tegas, lugas, dan jujur untuk dapat meyakinkan pihak bank dalam meluluskan pinjaman KPR.
Sebagai bagian dari proses, pihak bank akan melakukan analisis risiko kredit dengan berbagai cara. Pertama, pihak bank mengacu pada pembayaran cicilan yang diajukan dan mencocokkannya kalau-kalau cicilan yang diajukan melebihi batas maksimal yakni 30% total pendapatan. Kedua, pihak bank akan melakukan visitasi ke tempat untuk mencocokkan data keuangan nasabah dengan kondisi sebenarnya.
- Kekuatan Hukum dari KPR
Boleh jadi, KPR lebih kuat kekuatan hukumnya dibandingkan kartu kredit. Dalam banyak artikel saya sebelumnya, kita dapat melihat kekuatan hukum kartu kredit baru benar-benar keluar kalau terjadi pencurian, pembajakan, kehilangan, dan lain-lain yang memang parah. Berbeda dengan KPR, karena KPR secara aktif melibatkan notaris di dalamnya.
Pertama, sebagai bagian dari rangkaian biaya administrasi KPR, kita perlu membayar biaya notaris. Dengan membayar biaya notaris, artinya KPR ini mengikat secara hukum. Dengan kata lain, perjanjian terkait KPR yang telah ditandatangani pihak bank dan orang yang mengajukan pinjaman pun memiliki konsekuensi hukum yang tidak dapat ditawar-tawar.
Kemudian setelah satu langkah menuju selesainya proses pengajuan KPR, kita pun harus menandatangani perjanjian KPR di hadapan notaris. Karena tanda tangan di hadapan notaris, maka siapapun yang terlibat harus siap menanggung segala akibat yang muncul di kemudian hari dan bertanggungjawab secara hukum. Sedemikian besarnya kekuatan hukum dari KPR membuat siapapun seharusnya berpikir lebih bijak dalam mengajukan pinjaman KPR kepada bank.
Demikianlah keempat hal yang menjelaskan tentang serba-serbi KPR. Paling tidak, untuk saat ini kita telah mengetahui keunikan kredit pemilikan rumah atau KPR yang berbeda dengan produk kredit yang lain yang telah dibahas sebelum-sebelumnya. Tidak hanya persyaratannya saja yang unik, namun juga prosedur hingga kekuatan hukum yang lebih kuat serta tujuan yang jelas dalam pengajuan KPR itu yang membuatnya lain dibanding produk perbankan yang lain.
Artikel Terkait
- Dana KTA dijadikan DP KPR?
- Mengenal KPR Syariah
- Perbedaan Bunga KPR Fixed, Cap & Floating
- Kredit Tanpa Agunan untuk Renovasi Rumah
Demikianlah artikel tentang KPR (kredit kepemilikan rumah), semoga bermanfaat.