Apa Itu NON-PERFORMING LOAN (NPL)?
Memberikan pinjaman uang kepada orang yang tidak dikenal merupakan tindakan mulia yang patut diacungi jempol, bahkan saat itu ‘hanya’ merupakan tugas profesional sebuah instansi perbankan. Namun dasar dunia memang jahat, terkadang ada juga orang-orang yang tidak tahu berterima kasih saat diberi pinjaman. Ada juga orang yang sengaja tidak mengembalikan uang, padahal sebenarnya mereka mampu mengembalikannya.
Orang-orang semacam inilah yang menjadikan perputaran uang menjadi macet dan pada akhirnya lembaga keuangan tidak lagi dapat meminjamkan uang karena risiko kredit sudah diambang batas (lihat artikel sebelumnya mengenai pinjaman tanpa jaminan dan tanpa bunga). Kalau sudah demikian, kredit macet atau non-performing loan (NPL) itulah yang mengintip.
Berikut ini adalah serba-serbi NPL yang perlu Anda ketahui, supaya terhindar dari sikap bandel yang tidak mau membayar hutang pada bank, yang meliputi faktor-faktor penentu dan penyebab NPL, perhitungan dan realisasi rasio NPL perbankan Indonesia, dan cara atau upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan rasio NPL:
- Faktor-Faktor Penentu Dan Penyebab NPL
NPL tidak terjadi begitu saja tanpa adanya faktor-faktor yang menyertai kemunculannya. Seperti definisi umumnya, faktor utama penentu NPL adalah jumlah kredit yang dikucurkan maupun yang masih ada pada bank yang bersangkutan.
Semakin banyak jumlah kredit yang dikucurkan dibandingkan total keseluruhan kredit yang tersedia oleh pihak perbankan pada tahun buku selanjutnya, risiko kredit dan naiknya NPL yang dialami makin besar. Namun karena NPL adalah persoalan yang cukup rumit bagi bank manapun, maka masih ada faktor-faktor lain yang melatarbelakangi adanya NPL.
Di samping jumlah kredit, adanya NPL juga didukung oleh suku bunga perbankan. Banyak sumber yang mengatakan suku bunga ini seumpama pendapatan dari perbankan karena nasabah yang “berlangganan” produk perbankan tertentu. Selain itu juga ada faktor-faktor eksternal yang berhubungan seperti kebijakan BI mengenai persentase minimum NPL yang dapat ditoleransi, pengawasan bank terhadap nasabahnya, kondisi ekonomi negara, dan yang paling penting adalah itikad baik nasabah untuk membayar hutang-hutangnya pada bank beserta bunga dan dendanya.
- Perhitungan Dan Realisasi Rasio NPL Perbankan Indonesia
Rasio NPL sebagai salah satu rasio penting perbankan dapat dihitung dari membagi total kredit yang tidak atau belum dibayarkan nasabah (total kredit bermasalah) dengan total keseluruhan kredit yang dimiliki oleh suatu institusi perbankan, di mana keduanya dinyatakan dalam rupiah. Selanjutnya, angka hasil pembagian ini dikalikan dengan 100% untuk mendapatkan rasio dalam persentase. Secara singkat, rumus rasio NPL adalah:
NPL(NonPerformingLoan) = TotalKreditBermasalah/TotalKeseluruhanKreditBankx100%
Menurut Bank Indonesia, rasio NPL ideal bagi sektor perbankan adalah 5%, di mana angka rasio yang semakin tinggi dari 5% menandakan tingginya kredit macet dalam sebuah perbankan. Adapun rasio NPL yang dipakai sebagai pengukuran kinerja perbankan adalah rasio NPL bersih, yang telah dihubungkan dengan risiko kredit yang melalui proses analisis yang panjang.
Laporan keuangan bank-bank seluruh Indonesia pada umumnya menunjukkan rasio NPL sekitar 2%, yang berarti masih jauh dari plafond rasio NPL yang disyaratkan Bank Indonesia. Namun yang perlu diwaspadai adalah tren angka dari tahun ke tahun yang secara umum menunjukkan kenaikan, sehingga penting bagi bank untuk meningkatkan kinerja mereka lewat berbagai macam cara sebagaimana akan dibahas pada poin berikutnya dari artikel ini.
- Cara Untuk Menurunkan Rasio NPL
Dengan angka rasio yang secara umum menunjukkan kenaikan, tentunya usaha yang dilakukan juga harus semakin maksimal supaya rasio NPL turun dan pinjaman makin dapat mengalir untuk nasabah-nasabah saat ini dan berikutnya. Usaha-usaha ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dilihat dari sudut pihak bank maupun non-bank atau pemerintah.
Sudut non-perbankan atau pemerintah terbagi atas OJK dan Bank Indonesia yang langsung berkaitan dengan seluruh bank di Indonesia. Dari sudut pemerintah seperti OJK, usaha ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pengawasan pada pihak bank yang rasio NPL-nya sudah mulai tinggi dengan melihat pada tren laporan keuangan yang sudah diaudit. Bank Indonesia sebagai pengatur kebijakan perbankan juga dapat mencegah inflasi dengan menaikkan suku bunga dan menurunkan jumlah uang beredar, sehingga NPL akhirnya dapat turun dengan sendirinya.
Sementara itu dari sudut perbankan, usaha menurunkan rasio NPL yang paling jelas dan sering dipakai adalah rajin-rajin menagih dan mengingatkan nasabah akan cicilan yang menunggak supaya segera dibayar. Bagaimanapun juga, salah satu faktor pemengaruh NPL adalah itikad baik nasabah untuk membayar apa yang telah menjadi kewajibannya hingga lunas.
Kedua upaya ini harus dilakukan secara berkesinambungan, sehingga NPL dapat benar-benar turun. Dalam artian lain, kita seharusnya tidak hanya mengharapkan pemerintah untuk bertindak dengan menetapkan kebijakan moneter atau meningkatkan pengawasan pada laporan keuangan bank, namun dari diri kita sendiri juga harus berkomitmen untuk selalu membayar hutang tepat waktu.
Kalau kita sudah mengetahui ketiga hal terkait rasio NPL perbankan di atas, masa’ kita masih saja membandel tidak mau membayar hutang atau membenarkan tindakan mereka yang sengaja tidak membayar hutang? Yuk, mulai sekarang, kita ikut andil dalam menurunkan rasio NPL perbankan demi membuat sektor keuangan Indonesia menjadi semakin maju.
Artikel Terkait
- Cara Mengatasi Kredit Macet KTA (Kredit Tanpa Agunan)
- 6 Akibat Menunggak Pembayaran KTA
- Melunasi Kartu Kredit Dengan KTA (Kredit Tanpa Agunan)?
- Cara Melunasi Tunggakan KTA
Demikianlah artikel tentang non-performing loan (NPL), semoga bermanfaat bagi Anda semua.