Bagaimana P2P Lending Bisa Melakukan Fraud (Kecurangan)?
Peer to Peer Lending (P2P Lending) sedang trend di dunia, tidak hanya di Indonesia, di berbagai belahan dunia, platform ini sedang booming.
Platform P2P menjembatani antara pemberi pinjaman (lender) dan peminjam (borrower), tanpa melewati institusi keuangan tradisional seperti bank.
Dengan adanya internet, proses perpindahan uang dari lender ke borrower menjadi cepat. Lender mendapat pinjaman dengan cepat, dan borrower memperoleh keutungan yang melebihi investasi tradisional.
Namun platform P2P tidak terbebas dari fraud atau kecurangan. Baik itu platform legal atau ilegal, kecurangan bisa terjadi di mana saja, baik dari lender, borrower atau pengelola P2P itu sendiri.
Berikut adalah 5 kecurangan yang kemungkinan bisa terjadi di platform P2P lending:
1. Menggunakan Skema Ponzi
Skema ponzi bukan barang baru di dunia perinvestasian. Skema ini telah mengakibatkan ribuan orang mengalami kerugian. Contoh terbaru misalnya kasus First Travel, uang nasabah baru alih-alih digunakan untuk keperluan nasabah, malah digunakan pemiliknya untuk memberangkatkan nasabah lama dan investasi pribadi.
Senada dengan hal di atas, beberapa platform P2P lending menggunakan uang lender baru, alih-alih untuk dipinjamkan kepada borrower, namun malah digunakan untuk membayarkan keuntungan bagi lender sebelumnya.
Contohnya platform P2P lending dari China yaitu Ezubao. Ezubao menggunakan uang yang masuk dari nasabah baru untuk membayarkan keuntungan nasabah yang lama. Terang saja praktek skema ponzi Ezubao terbongkar ketika perusahaan mulai kesulitan melakukan pembayaran.
Sebanyak 900 ribu nasabah Ezuabo mengalami kerugian, dengan nilai total kerugian mencapai milyaran Yuan.
Uang lender baru selain digunakan untuk membayar lender lama, ternyata digunakan oleh pendiri Ezubao untuk kepentingan pribadi seperti membeli pakaian mahal, mobil mewah dan berbagai properti.
Akibat penipuan tersebut CEO Ezubao dan 20-an manajer dan pekerjanya ditangkap polisi China.
2. Tidak Transparannya Peminjam P2P
Namanya peer to peer lending, tentunya uang mengalir langsung dari yang punya uang ke peminjam tanpa melewati institusi bank.
Karena uang mengalir langsung maka yang meminjamkan uang (lender) harus mengenal siapa peminjam uang nantinya. Namun beberapa platform P2P merahasiakan siapa peminjam (borrower) uangnya.
P2P tersebut menyamarkan peminjamnya, tetapi tidak mau bertanggung jawab ketika peminjam tidak bisa mengembalikan uangnya.
Selain itu, peminjam yang tersamar ini diberi rating pinjaman A-B-C, tanpa jelas bagaimana cara menghitung ratingnya, dan siapa perusahaan pemeringkat utangnya.
Lender (yang punya uang) mau meminjamkan uang kepada borrower yang tidak jelas ini, karena imbal balik yang besar dan rating peminjam yang bagus.
Peminjam yang tidak jelas ini bisa lolos dari seleksi internal P2P, bisa saja karena sistem verifikasi yang tidak bagus, misal karena lemahnya sistem IT atau kecurangan karyawan bagian verifikasi nasabah.
Kebangkrutan platform P2P lending karena peminjam yang tidak jelas ini terjadi pada perusahaan Tourongjia di China. Peminjam P2P Tourongjia banyak dari orang-orang tidak jelas dengan identitas palsu.
Tentu saja banyak peminjam P2P Tourungjia yang membawa kabur uang nasabah. Alhasil chairman Tourungjia kabur, dan puluhan karyawannya ditangkap polisi.
3. Uang Nasabah Digunakan Untuk Kepentingan Bisnis Pendiri
Hampir mirip dengan skema ponzi, uang nasabah baru digunakan oleh perusahaan untuk investasi di bidang lain.
Keuntungan investasi di bidang lain, digunakan untuk membayar keutungan lender lama. Begitu seterusnya sampai bisnis lain tersebut tidak memberikan keuntungan, dan nasabah lama mulai menarik uangnya.
Hal ini terjadi juga di China; Gao Qin seorang pengusaha real estate di Jinan-China, membuat dua perusahaan P2P lending baru, untuk menarik investor baru.
Platform P2P lending baru tersebut berhasil mengeruk uang milyaran Yuan. Sayangnya investasi yang masuk tersebut digunakan untuk bisnis real estatenya. Alhasil Gao Qin harus berurusan dengan polisi karena melakukan fraud.
4. Keuangan Tidak Transparan Karena Tidak Adanya Bank Kustodian
Tidak adanya bank kustodian di platform P2P lending, membuat perputaran uang tidak transparan. Uang masuk dan keluar lewat rekening perusahaan P2P tanpa diawasi pihak berwenang.
Celah ini bisa dimanfaatkan oleh pengelola platform P2P untuk memanipulasi perputaran uang, misal memanipulasi keutungan dan pengembalian uang dari borrower.
Bisa saja keuntungan hanya diberikan kepada lender yang besar, sedang lender kecil dibiarkan rugi.
Bisa saja ketika borrower bangkrut dan hanya mampu mengembalikan utangnya sebagian, maka uangnya hanya diberikan kepada lender besar.
Dengan hanya memberi keuntungan kepada lender besar, perusahaan P2P berharap lender besar tetap bertahan di perusahaan mereka dan tidak menarik dana keluar.
Kecurangan seperti di atas, masih secara teori, belum ada kasus fraud eksplisit seperti di atas. Tetapi yang jelas, bank kustodian yang ditunjuk oleh pihak berwenang sangat penting untuk menghindari fraud.
Terbukti, ketika China mensyaratkan perputaran uang di platform P2P lending harus lewat bank kustodian, puluhan perusahaan P2P langsung bangkrut.
5. Kolusi Lender dengan Pemilik Platform P2P Lending
Peminjam di platform P2P lending seharusnya diseleksi dengan ketat. Rating yang diberikan kepada lender pun jangan sembarangan.
Jangan sampai karena lender kenal dengan pendiri platform P2P terus diberi rating A+. Atau karena peminjam sendiri adalah founder dari platformnya, maka langsung di-approve aplikasinya.
Sebagai contoh, skandal kolusi pernah terjadi pada platform P2P ‘Lending Club’. Mantan CEO ‘Lending Club’, Renaud Laplanche, dipaksa mundur dari jabatannya karena memberikan pinjaman secara tidak transparan kepada dirinya dan saudaranya.
Akibat pemberian pinjaman tidak transparan tersebut, Lending Club mengalami kerugian, yang akhirnya membuat dewan perusahaan memecat Laplanche.
Referensi:
- https://en.wikipedia.org/wiki/Ezubao
- https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180809212524-78-321062/banjir-fintech-pinjam-meminjam-di-china-mulai-ciptakan-krisis
- https://www.scmp.com/news/hong-kong/economy/article/2022317/one-third-chinas-3000-peer-peer-lending-platforms-problematic
- https://www.businessinsider.com.au/china-p2p-lenders-crackdown-default-2018-7
- https://techcrunch.com/2018/10/01/after-much-drama-lendingclub-founder-renaud-laplanche-get-a-slap-on-the-wrist-by-the-sec/