Cara Menanggulangi Kondisi Likuiditas Koperasi yang Tersendat
Koperasi merupakan suatu badan usaha yang berbasis swadaya masyarakat, di mana modal bersumber dari iuran wajib anggota dan digunakan untuk kepentingan anggota. Prinsipnya adalah dari anggota untuk anggota. Modal koperasi umumnya digunakan untuk tujuan produktif dan peningkatan kesejahteraan. Meski dibangun atas dasar swadaya anggota, namun koperasi merupakan badan usaha yang pengelolaannya harus memperhatikan prinsip bisnis.
Memahami tentang koperasi kredit
Salah satu jenis koperasi yang banyak ditemukan adalah koperasi simpan pinjam atau kredit. Koperasi ini tidak hanya sekadar mengumpulkan dana dan meminjamkannya kepada anggotanya yang membutuhkan, tetapi koperasi memiliki peran yang lebih kuat daripada itu. Koperasi hadir untuk meningkatkan taraf kehidupan anggota dan masyarakat di sekitarnya. Tak hanya mengelola dana, koperasi kredit atau simpan pinjam juga mengelola anggota untuk diberdayakan agar memiliki kemampuan berusaha secara berkelanjutan.
Lain halnya dengan lembaga keuangan lain yang lebih menekankan pada pengelolaan dana dan penyaluran kredit kepada nasabah, koperasi juga melakukan pemberdayaan masyarakat secara berkesinambungan agar tingkat kesejahteraan masyarakat yang diharapkan bisa dicapai. Namun dalam menjalankan operasionalnya, terutama dalam penyaluran kredit, koperasi juga harus menerapkan prinsip kehati-hatian seperti halnya lembaga keuangan lain baik perbankan maupun lembaga pembiayaan.
Prinsip kehati-hatian termasuk bagian dari manajemen perkreditan yang diterapkan di semua lembaga penyaluran kredit, termasuk koperasi. Mulai dari analisis hingga pengambilan keputusan kredit harus dilakukan melalui standar yang ketat. Hanya saja, penyaluran kredit oleh koperasi harus sejalan dengan nilai-nilai kooperatif sebagai spirit dasar lembaga tersebut.
Risiko kredit macet pada koperasi
Sebagai salah satu lembaga penyalur kredit, koperasi tak lepas dari risiko kredit macet seperti halnya dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Risiko kredit macet menjadi masalah utama, sehingga harus diantisipasi dan diminimalisir rasionya.
Tak bisa dipungkiri bahwa kredit macet menimbulkan dampak buruk terhadap likuiditas koperasi. Sebab, terjadinya kredit macet jelas akan mengurangi pendapatan dari setoran masuk. Apabila tidak segera diatasi, hal ini dapat menimbulkan efek domino yang justru menghambat kelancaran operasional, seperti kesulitan membayar biaya operasional, dan likuiditas yang tidak memadai sehingga anggota tidak dapat menarik uang tabungannya. Bahkan, dampak buruk yang ditimbulkan bisa mengarah pada tersendatnya operasional koperasi, bahkan kolaps.
Penting bagi koperasi untuk selalu memperhatikan rasio kredit bermasalah (non-performing loan), di mana jika dibandingkan dengan saldo seluruh pinjaman yang bisa ditolerir maksimal hanya 5% saja. Hal ini bertujuan agar permasalahan kredit macet tidak mengganggu likuiditas koperasi sehingga menjadi tersendat. Sebab, jika likuiditas koperasi bermasalah, maka dapat berimbas pada kelancaran operasional dan ‘kelangsungan hidup’ koperasi itu sendiri.
Cara menanggulangi likuiditas koperasi yang tersendat
Sebagai lembaga yang berbasis swadaya masyarakat dalam lingkup yang tidak terlalu besar, koperasi tak luput dari permasalahan kredit macet. Untuk mengatasinya, koperasi dituntut memiliki strategi khusus dalam melakukan penagihan pinjaman, apalagi jika lembaga keuangan ini telah memiliki basis keanggotaan yang cukup luas dengan beragam latar belakang profesi. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko kredit macet agar likuiditas koperasi tidak tersendat sebagai berikut.
- Pastikan debitur memahami kewajibannya
Pada umumnya, kredit macet terjadi karena debitur tidak memiliki sumber dana yang cukup memadai untuk membayar kembali pinjaman yang menjadi kewajibannya. Namun selain itu, ternyata tak sedikit permasalahan kredit macet di koperasi disebabkan oleh ketidakpahaman debitur akan kewajibannya membayar kembali pinjaman.
Tak bisa dipungkiri bahwa nasabah koperasi umumnya kalangan masyarakat menengah ke bawah yang tidak memiliki akses ke lembaga keuangan seperti perbankan. Tak seperti nasabah perbankan yang melek teknologi, nasabah koperasi cenderung dari kalangan masyarakat pedesaan yang masih ‘gaptek’. Artinya, tingkat pemahaman terhadap syarat dan ketentuan pinjaman pun terkadang kurang lengkap. Mereka sering kali tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang pembayaran kredit, mulai dari sistem pembayaran, suku bunga, dampak wanprestasi, hingga beban denda pinalti serta sanksi denda apabila lalai dalam membayar pinjaman.
Penting bagi koperasi untuk melakukan analisis kredit secara cermat dan teliti sebelum memutuskan menyetujui permohonan kredit yang diajukan nasabah. Pastikan nasabah yang menjadi calon debitur memiliki sumber dana yang cukup sehingga bisa membayar kembali pinjaman. Selain itu, pastikan juga bahwa calon debitur benar-benar memahami hak dan kewajibannya terkait dengan pinjaman tersebut.
Untuk meningkatkan pemahaman debitur terhadap kewajibannya, koperasi perlu memberikan edukasi dan pelatihan kepada para anggotanya terkait dengan pengetahuan perkoperasian, pengelolaan keuangan, kewirausahaan, dan lain sebagainya. Harapannya, anggota koperasi memperoleh informasi lengkap terkait dengan pengajuan kredit dan segala kewajiban yang timbul setelahnya. Artinya kredit yang diberikan koperasi adalah pinjaman yang wajib dikembalikan, bukan bantuan dana sebagai modal usaha atau untuk kepentingan lainnya. Dengan demikian, risiko kredit macet dapat diminimalisir.
- Perhatikan aspek legal dari agunan
Adanya agunan menjadi salah satu syarat untuk mengajukan pinjaman di koperasi. Agunan dijadikan sebagai jaminan atas pinjaman, sekaligus sebagai ikatan agar debitur bertanggung jawab untuk mengembalikan pinjaman hingga jangka waktu yang disepakati bersama.
Bicara tentang agunan, pastikan semua aspek legal dari agunan tersebut terpenuhi. Misalnya untuk agunan sertifikat tanah atau rumah harus atas nama debitur atau jika bukan atas nama dilengkapi dengan surat kuasa dengan materai. Selain itu, koperasi juga harus melengkapi agunan dengan dokumen-dokumen yang diperlukan, seperti pengikatan perjanjian kredit di notaris, surat kuasa menjual, dan dokumen lainnya.
Dengan memastikan aspek legalitas agunan dan melengkapi dengan dokumen-dokumen penyerta, akan memberikan ‘tekanan’ kepada debitur agar mengembalikan pinjaman sesuai yang telah disepakati dalam perjanjian. Selain itu juga memperkuat posisi koperasi jika terjadi wanprestasi atau kemacetan dalam membayar kembali pinjaman di kemudian hari, baik melalui jalur hukum atau penyitaan aset yang dijadikan sebagai agunan.
- Melakukan verifikasi permohonan kredit
Demi kelancaran aliran kas dan likuiditasnya, koperasi harus melakukan verifikasi lebih ketat terhadap setiap pengajuan permohonan kredit atau pembiayaan. Koperasi harus memastikan juga bahwa pembiayaan yang diberikan sesuai dengan tujuan awal pengajuan pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan yang diberikan benar-benar dimanfaatkan secara produktif, bukan konsumtif. Sebab, penyelewengan penggunaan kredit atau pembiayaan dari tujuan semula, akan berisiko pada kesulitan pemenuhan pembayaran kembali pinjaman, sehingga terjadi permasalahan kredit macet.
- Memantau kondisi keuangan koperasi
Usaha menanggulangi likuiditas koperasi yang tersendat tidak hanya dilakukan dari sisi eksternal pihak debitur saja, tetapi juga internal, yaitu memantau kondisi dan pengelolaan keuangan koperasi itu sendiri. Manajemen koperasi berkewajiban untuk memantau kondisi keuangan koperasi dan perekonomian global secara berkesinambungan. Hal ini dimaksudkan agar jika terjadi masalah bisa segera diambil langkah tepat sebagai solusinya.
Artikel Terkait
- Cara Menjadi Wirausaha yang Tangguh dan Sukses Mengembangkan Bisnis
- Mengenal Empty Nest Syndrome: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya
- Tips Menemukan Ide Nama Fanbase
- Mengenal Bank Digital dan Regulasinya
Demikianlah artikel tentang cara menanggulangi kondisi likuiditas koperasi yang tersendat, semoga bermanfaat bagi Anda semua.