Ini Penyebab Krisis Ekonomi Hiperinflasi (Hyperinflation) di Venezuela
Tak bisa dipungkiri bahwa perekonomian merupakan salah satu fondasi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ekonomi yang bertumbuh dan stabil akan mampu menciptakan kesejahteraan. Sebaliknya, ekonomi yang terpuruk dan karutmarut akan menimbulkan nestapa bagi setiap warga negaranya.
Inilah yang terjadi di Venezuela. Ironis, mengingat Venezuela merupakan tergolong sebagai negara yang kaya karena memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Namun, kini negara ini mengalami krisis ekonomi yang parah sepanjang sejarah perekonomian dunia. Ekonomi Venezuela saat ini tengah dihantam dengan lonjakan inflasi yang begitu tinggi sehingga masuk dalam kategori hiperinflasi.
Suatu negara dikatakan mengalami hiperinflasi apabila harga-harga melonjak tajam hingga lebih dari 50 persen dalam sebulan. Tak hanya melonjak 50 persen saja, kenaikan harga di Venezuela bahkan meroket hingga mencapai 13.000 persen di tahun 2018 ini. Lonjakan harga ini jelas berdampak pada harga-harga komoditas yang semakin mahal. Kondisi ini diperparah dengan menipisnya ketersediaan komoditas bahan pangan di pasar dan supermarket.
Bagaimana bisa negara yang makmur dan sejahtera dihantam krisis sehingga terjerembab dalam lubang keterpurukan ekonomi? Apa sebenarnya yang menjadi penyebab hiperinflasi di Venezuela? Memang cukup mencengangkan, tapi inilah kenyataannya. Ada beberapa hal yang disinyalir menjadi faktor penyebab terjadinya hiperinflasi di Venezuela.
- Resesi ekonomi yang berkepanjangan
Venezuela mengalami gejolak ekonomi yang mengakibatkan terjadinya resesi berkepanjangan. Ekonomi negara ini diperkirakan mengalami kontraksi hingga 10% sehingga berimbas pada kegiatan ekonomi yang menyusut dan harga barang melonjak tajam. Kondisi ini diprediksi IMF selaku salah satu organisasi keuangan dunia akan berlangsung hingga 2019 mendatang.
Inflasi mengakibatkan hiperinflasi diikuti dengan anjloknya nilai bolivar, mata uang negara Venezuela. Pada 2015 nilai tukar bolivar terhadap dolar Amerika Serikat terpuruk, di mana US$1 setara dengan 175 bolivar. Bukannya membaik, saat ini nilai tukar bolivar terhadap dolar Amerika Serikat semakin terperosok hingga mencapai 40.000 bolivar per US$1.
Resesi ekonomi yang berkepanjangan di Venezuela ini disebabkan oleh ketidakcermatan pemerintah yang berwenang dalam mengelola keuangan negara. Pemerintah kurang mampu mengontrol biaya program-program kesejahteraan sehingga terjadi pengeluaran yang berlebihan. Hal ini diperparah dengan fasilitas yang kurang berhasil dan gagalnya sektor peternakan yang menjadi salah satu sumber pendapatan negara.
- Harga minyak dunia anjlok
Dalam catatan dunia, Venezuela merupakan salah satu negara penghasil minyak bumi terbesar selain negara-negara di Timur Tengah. Tak heran jika negara ini tergolong sebagai negara kaya yang mampu menyejahterakan rakyatnya. Minyak bumi menjadi komoditas yang menjadi sumber utama pendapatan negara. Namun turunnya harga minyak mentah dunia sejak tahun 2013 lalu tanpa disadari menjadi awal mimpi buruk Venezuela.
Sebagaimana diketahui bahwa Venezuela memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Sebagian besar pendapatan negara hampir 95 persen berasal dari ekspor minyak tersebut. Anjloknya harga minyak pada level terendah yakni US$28 per barel, tentu mengakibatkan ekonomi Venezuela mengalami guncangan hebat.
Ketergantungan yang begitu besar pada komoditas minyak membuat negara ini abai dengan pemeliharaan fasilitas minyak dan menyia-nyiakan peluang investasi di ladang minyak. Akibat dari harga minyak dunia yang anjlok menjadikan utang negara semakin menumpuk. Bahkan PDVSA, selaku perusahaan minyak negara mengalami gagal bayar terhadap Schlumberger, yaitu perusahaan asing yang membantu mengekstrak minyak. Akibat lebih lanjut, perusahaan asing tersebut mengurangi kegiatan operasionalnya, sehingga produksi minyak Venezuela mengalami penurunan.
- Krisis pangan
Resesi ekonomi dan turunnya harga minyak mentah dunia jelas menggerus keuangan negara Venezuela. Kondisi ini berimbas pada kelangkaan pangan yang dari waktu ke waktu semakin parah. Pemerintah setempat tak mampu menyediakan bahan pangan lokal, seperti susu, telur, dan tepung. Mau tidak mau komoditas pangan tersebut harus didatangkan dari luar negeri, yakni impor.
Namun, pemerintah terus menekan dan berusaha mengontrol harga secara ketat atas segala jenis barang yang dijual di pasar dan supermarket. Hal ini tentu tak menyenangkan bagi para importir karena penekanan harga tersebut jelas menimbulkan kerugian bagi mereka. Akibatnya, nilai impor menurun, sehingga krisis pangan pun belum terselesaikan.
Pada tahun 2016, pemerintah menghentikan upayanya dalam menekan harga-harga komoditas yang dijual di pasaran. Langkah ini tak juga menjadi solusi, karena harga-harga komoditas pangan justru melambung tinggi.
- Defisit devisa
Meski kaya, bukan berarti tak memiliki utang. Pada akhir tahun 2017, tercatat Venezuela memiliki utang sebesar US$ 15 miliar. Sementara bank sentral negara tersebut hanya memiliki kas sebesar US$ 11,8 miliar. Untuk membayar utang tersebut, jelas keuangan negara tidak mencukupi.
Namun, Venezuela memiliki cadangan devisa dalam bentuk emas batangan. Aset inilah yang kemudian digunakan untuk menambah uang tunai guna pembayaran utang yang sudah jatuh tempo tersebut. Akibatnya, Venezuela mengalami defisit devisa baik dalam bentuk uang tunai maupun emas. Lebih lanjut, negara ini tidak mampu membayar kewajiban jangka panjangnya.
Venezuela menuju kebangkrutan. Perusahaan minyak negara PDVSA sebagai satu-satunya sumber kas yang diharapkan tak banyak membantu. Penjualan minyak di saat harganya menurun tajam jelas tak memberikan keuntungan yang cukup untuk menambah cadangan devisa negara. Belum lagi volume produksi minyak yang menurun karena perusahaan asing rekanan mengurangi operasionalisasi akibat biaya jasa yang masih terutang.
Satu-satunya cara untuk menyelamatkan negara dari kebangkrutan, Venezuela meminta bantuan berupa pinjaman dari negara-negara sekutunya yaitu Cina, Rusia, dan Iran. Sayangnya Cina dan Iran tak lagi mau mengulurkan tangannya untuk membantu Venezuela bangkit dari keterpurukan. Beruntung Rusia masih berkenan membantu. Namun, bantuan dari Rusia tersebut belum juga mampu mengatasi krisis ekonomi yang melanda Venezuela.
Venezuela sebagai negara kaya yang awalnya mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya ternyata tak memiliki fondasi ekonomi yang kuat dan stabil. Gejolak ekonomi yang diawali dengan turunnya harga minyak dunia menjadi mimpi buruk yang nyata.
Resesi ekonomi berkepanjangan, nilai mata uang yang melemah, krisis pangan, dan juga menurunnya devisa negara memicu terjadinya hiperinflasi yang semakin memperburuk kondisi ekonomi di negara tersebut.
Artikel Terkait