Perhitungan THR Karyawan (Tunjangan Hari Raya)
KUPAS TUNTAS PERATURAN TENTANG TUNJANGAN HARI RAYA (THR)
Bagi mereka yang berstatus sebagai pekerja baik di sektor formal maupun informal tentu sudah akrab dengan THR atau Tunjangan Hari Raya. Bahkan, ‘kedatangan’ THR ini begitu dinanti setiap tahunnya dan sangat diharapkan pembagiannya bisa dilakukan tepat waktu sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan di hari raya.
Apa itu THR?
Hampir dapat dipastikan bahwa semua orang pasti sudah tahu wujud fisik dari THR. Namun, apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan THR itu? THR yang merupakan akronim dari Tunjangan Hari Raya menurut Peraturan Menteri (Permen) Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 didefinisikan sebagai pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan.
Dari definisi tersebut, THR merujuk pada hari raya keagamaan. Artinya, THR hanya diberikan atau dibagikan saat hari raya keagamaan saja. Bagi pekerja, THR merupakan hak. Sementara bagi pengusaha, THR merupakan kewajiban.
THR diberikan atau dibagikan setahun sekali setiap hari raya keagamaan. Namun, jika dalam satu tahun terjadi lebih dari satu kali hari raya keagamaan yang sama, maka pemberian THR dilakukan sesuai dengan pelaksanaan hari raya keagamaan tersebut.
Sebagai contoh pada tahun 2000 terjadi dua kali hari raya Idul Fitri, di awal dan di akhir tahun. Maka, pada tahun tersebut para pekerja mendapatkan THR dua kali dalam satu tahun.
Kapan THR diberikan?
Berdasarkan Permen Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016, THR diberikan oleh pengusaha kepada pekerja menjelang hari raya keagamaan. Artinya, setiap pekerja berhak mendapatkan THR pada saat perayaan hari raya keagamaan yang dianutnya. Adapun hari raya yang dijadikan rujukan pemberian THR yaitu:
- Hari raya Idul Fitri untuk pekerja yang beragama Islam
- Hari raya Natal untuk pekerja yang beragama Katholik dan Kristen Protestan
- Hari raya Nyepi untuk pekerja yang beragama Hindu
- Hari raya Waisak untuk pekerja yang beragama Budha
- Hari raya Imlek untuk pekerja yang beragama Konghucu
Dalam kehidupan sosial masyarakat, THR identik dengan perayaan hari raya Idul Fitri. Lantas, apakah THR hanya dibagikan saat hari raya Idul Fitri saja? Dalam peraturan pemerintah yang berwenang tidaklah demikian.
Pada Permen Ketenagakerjaan tersebut ditegaskan bahwa pemberian THR dilakukan menjelang hari raya keagamaan yang dianut oleh masing-masing pekerja. Namun, apabila dalam perjanjian kerja yang disepakati pengusaha dan pekerja menentukan lain, maka pemberian THR dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian kerja tersebut.
Sebagai contoh dalam perjanjian kerja, pengusaha dan pekerja sepakat bahwa THR diberikan saat hari raya keagamaan tertentu, Idul Fitri misalnya. Maka, pembayaran THR untuk semua pekerja di perusahaan yang bersangkutan dilakukan menjelang hari raya keagamaan yang dimaksud dalam perjanjian kerja tersebut.
Bicara tentang pembagian THR, apakah hanya pekerja yang beragama Islam saja yang berhak menerimanya, mengingat THR identik dengan hari raya Idul Fitri? Tentu saja tidak. Semua pekerja apapun latar belakang agama yang dianutnya berhak untuk memperoleh THR, karena pada prinsipnya THR merupakan hak seluruh pekerja. Hanya saja, waktu pembagiannya berbeda sesuai dengan hari raya keagamaan masing-masing atau ditentukan lain sesuai perjanjian kerja.
Secara lebih spesifik, kapan THR harus sudah dibagikan kepada pekerja? Dalam ketentuan perundang-undangan yang dijadikan sebagai payung hukum tentang THR ini yakni Permen Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 diatur bahwa pembayaran atau pembagian THR wajib dilakukan oleh pengusaha paling lambat tujuh hari sebelum perayaan hari raya keagamaan. Namun kenyataannya tak selalu demikian. Hal ini umumnya disesuaikan dengan kebijakan dan kondisi keuangan masing-masing perusahaan.
Apapun kondisinya, perusahaan tetap berkewajiban membayar THR kepada pekerjanya. Dalam hal pembayaran THR ini, hak pekerja dilindungi secara hukum.
Jika pengusaha lalai sehingga mengakibatkan keterlambatan atau bahkan tidak ada pembayaran THR sama sekali, maka pengusaha akan dikenai sanksi denda sebesar 5% dari total THR yang wajib dibayarkan pengusaha.
Namun, sanksi denda tersebut tidak menggugurkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR kepada pekerja. Selanjutnya denda itu dikelola oleh serikat pekerja pada perusahaan terkait yang kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan pekerja. Tak hanya sanksi denda, pengusaha yang lalai dalam membayar THR juga dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Siapa yang berhak mendapatkan THR?
Dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pekerja yang berhak mendapatkan THR adalah pekerja yang telah bekerja atau memiliki masa kerja satu bulan berturut-turut. Pada prinsipnya, THR diberikan kepada pekerja yang memiliki ikatan kerja dengan pengusaha melalui perjanjian dalam waktu tertentu maupun tidak tertentu, baik yang diupah harian, mingguan, ataupun bulanan.
Kenyataannya, setiap perusahaan memiliki kebijakan tersendiri berkenaan dengan batas masa kerja sebagai syarat pembayaran THR. Lagi-lagi, hal tersebut disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi finansial perusahaan.
Umumnya perusahaan menentukan kebijakan tentang batasan masa kerja minimal satu tahun bagi pekerja untuk mendapatkan THR. Meski ada juga perusahaan yang bersedia memberikan THR pada pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun.
THR menjadi hak bagi seluruh pekerja baik di sektor informal maupun formal, baik instansi pemerintah maupun swasta. Bagaimana dengan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), apakah juga berhak mendapatkan THR? Untuk kasus terjadinya PHK pada pekerja, berhak atau tidak mendapatkan THR didasarkan pada tiga kondisi sebagai berikut.
- Jika pekerja mengalami PHK pada 30 hari sebelum hari raya keagamaan yang dianutnya, maka pekerja tersebut tetap berhak mendapatkan pembayaran THR dari perusahaan.
- Jika PHK terhadap pekerja terjadi pada tahun berjalan jauh sebelum perayaan hari raya keagamaan yang dianut oleh pekerja yang bersangkutan, maka pekerja tersebut tetap berhak mendapatkan THR.
- Jika pekerja tidak mengalami PHK tetapi habis masa kontrak kerja dalam arti hubungan kerja dengan perusahaan tempatnya bekerja telah berakhir sebelum perayaan hari raya keagamaannya, maka pekerja tersebut tidak berhak mendapatkan THR.
Berapa besaran THR untuk pekerja?
THR diberikan dalam bentuk mata uang rupiah. Lantas, berapa besaran THR para pekerja? Secara nominal tentu besaran THR antara pekerja yang satu dengan yang lain akan berbeda. Hal ini disesuaikan dengan golongan atau jabatan masing-masing pekerja.
Secara umum, besaran THR pekerja ditentukan berdasarkan masa kerjanya. Bagi pekerja yang telah bekerja minimal satu tahun pada perusahaan yang sama, maka berhak mendapatkan THR sebesar satu bulan gaji yang dihitung berdasarkan rata-rata gaji atau upah yang diterima pekerja terkait selama 12 bulan terakhir.
Sementara bagi pekerja yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan atau satu tahun tetap berhak mendapatkan THR yang besarnya disesuaikan dengan masa kerjanya. Adapun rumus perhitungan THR bagi pekerja yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, yaitu:
Upah atau gaji satu bulan yang digunakan sebagai patokan penentuan besaran THR adalah gaji pokok termasuk tunjangan tetap. Namun, apabila perusahaan memiliki kondisi keuangan yang memadai sehingga mampu memberikan nilai THR lebih besar dari yang diatur pemerintah dan dituangkan dalam perjanjian kerja yang disepakati bersama dengan pekerja, maka nilai THR yang diberikan adalah mengacu pada perjanjian kerja tersebut.
Sebaliknya, apabila keuangan perusahaan kurang memadai, maka penentuan besaran THR disesuaikan dengan kemampuan perusahaan. Intinya, perusahaan tetap berkewajiban untuk memberikan THR kepada seluruh pekerjanya.