Ngontrak Rumah dan Punya Banyak Uang atau Beli Rumah tapi Tak Punya Uang, Mana yang Lebih Baik?
Rumah merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan manusia dalam hal papan. Jelas, bersama dengan sandang dan pangan, rumah adalah kebutuhan primer, yang mau tak mau harus dipenuhi. Namun, bukan hal mudah untuk membeli sebuah rumah. Itu hal sulit secara finansial, dan merupakan hal yang cukup absurd untuk dipenuhi bagi sebagian besar yang memutuskan untuk terlambat menikah atau tidak menikah sama sekali. Bagi yang masih melajang di usia hampir 40 tahunan, memiliki rumah bisa jadi suatu hal yang bisa ditunda karena ada kalanya bagi pria atau wanita yang demikian ini rumah tidak beda jauh dengan suami atau istri. Memiliki sebuah rumah berarti bersiap untuk tinggal di satu tempat; memutuskan untuk menjalin komitmen dengan sepetak tanah di muka bumi, layaknya memilih untuk hidup dan menua dengan seseorang.
Salah satu solusi untuk menghindari kepemilikan rumah adalah dengan mengontrak. Ini merupakan solusi sementara yang dipandang kurang menguntungkan secara ekonomi oleh sejumlah pihak. Mereka berpendapat bahwa memiliki rumah mengandung sejumlah keuntungan seperti:
- Begitu kita melunasi angsuran rumah, maka rumah tersebut akan selamanya menjadi milik kita dan kita tidak perlu khawatir akan harus tinggal di mana di kemudian hari.
- Jika harga rumah kita meningkat, maka kita bisa menggunakan ekuitas tersebut – yang mana nilai pasar dikurangi dengan hutang angsuran rumah – untuk membeli rumah lebih besar atau menyisihkan uang untuk masa depan.
- Kita dapat membelanjakan uang untuk memperbaiki rumah dan meningkatkan harganya tanpa perlu meminjam ke seorang tuan tanah atau rentenir.
- Ada kalanya lebih murah untuk membeli rumah ketimbang mengontrak.
Namun, berbagai dalih di atas dibantah oleh mereka yang berpendapat bahwa tidak ada salahnya dengan mengontrak rumah – bahwa kita tidak perlu membeli rumah – dan menyimpan lebih banyak uang lagi. Mereka yang seperti ini berpendapat bahwa memiliki sebuah rumah mengandung beberapa kerugian seperti:
- Ini merupakan komitmen besar dimana kita perlu memastikan diri sanggup atau tidak untuk membeli rumah
- Ketika tingkat suku bunga meningkat pesat, maka jumlah angsuran rumah yang harus dibayar pun meningkat tajam. Maka dari itu, akan lebih baik jika kita mempersiapkan diri untuk menyambut kenaikan tingkat suku bunga yang bisa terjadi kapan saja.
- Orang jaman dulu cenderung berpendapat bahwa rumah merupakan bentuk investasi yang ideal. Padahal, tidak selalu mudah untuk menjual rumah kita; semuanya sepenuhnya tergantung pada kondisi pasar saat itu. Jika pasar lesu, maka jangan pernah bermimpi untuk menjual rumah. Berapapun jumlah rumah yang kita jadikan instrument investasi menjadi tiada arti jika tidak ada satupun yang sanggup membeli.
- Memiliki sebuah rumah berarti harus siap dengan pengeluaran rutin untuk memperbaiki atau merawat rumah. Tidak perlu repot-repot seperti memperbaiki talangan air atau genteng tatkala hujan; itu hal besar. Untuk hal kecil saja, misalnya menyiangi rumput, kita harus siap mengalokasikan dana jika tidak ingin rumah kita disebut seperti hutan dan tak terawat.
- Rumah bisa menyita seluruh pendapatan dan gaji kita jika sedang bermasalah. Jangan bermimpi kalau punya rumah tidak ada masalah yang berarti. Akan ada masa-masa sulit dimana rumah ‘menagih’ komitmen kita dengan cara memancing pengeluaran ekstra, yang mana bisa jadi itu membuat kita tak bisa menikmati liburan dan hiburan dengan cara yang umumnya manusia jalani. Bahkan, ada kondisi dimana mungkin kita harus berhutang untuk memperbaiki rumah, dimana itu artinya untuk makan enak pun kita harus berpikir ulang
- Kepemilikan rumah menjadi cukup sulit kalau kebetulan rumah tangga rusak dan harus bercerai. Siapa yang harus memiliki rumah dan bagaimana membagi kepemilikan rumah yang adil dan tidak ada yang dirugikan? Itu persoalan yang sulit untuk dijawab dan dijalani.
- Jika kebetulan harga rumah kita mengalami penurunan, maka kemungkinan kecil bagi kita untuk menjualnya jika hutang angsuran rumah jauh lebih tinggi ketimbang harga rumah kita.
- Satu hal yang pasti adalah dengan memiliki rumah kita tidak memiliki fleksibilitas layaknya saat masih mengontrak.
Jadi, memutuskan untuk mengontrak rumah tapi punya banyak uang atau membeli rumah tapi tidak punya uang bukanlah hal yang layak untuk diperdebatkan. Keduanya memiliki pertimbangan yang sama-sama menguntungkan secara ekonomis dan psikologis. Satu-satunya faktor yang memutuskan dan mendorong kita untuk memiliki sebuah rumah atau tidak adalah kebutuhan personal. Seorang yang lajang dan memutuskan untuk terlambat menikah cenderung memilih untuk mengontrak ketimbang buru-buru membeli sebuah rumah. Ketika sebuah rumah dibeli hanya untuk dihuni sendiri, sekecil apapun rumah itu, hal tersebut masih merupakan pemborosan dan bukan menjadi pilihan ekonomi yang tepat.
Namun, ketika kita telah memiliki sebuah keluarga (kecil) yang terdiri dari istri dan anak, memiliki sebuah rumah merupakan satu kebutuhan yang harus dipenuhi. Berumah tangga berarti bersiap untuk memenuhi kebutuhan papan yang hakiki, yakni dengan membeli rumah.
Artikel Terkait
- Apa itu Demonetisasi? Apa Untung Ruginya?
- Tidak Ada Uang? Jual Beli dengan Barter? Apa yang Terjadi?
- Apa Fungsi ATM Sebenarnya?
- Ini yang Harus Dilakukan Generasi Milenial agar Tak Menyesal di Kemudian Hari
Demikianlah artikel tentang ngontrak rumah dan punya banyak uang atau beli rumah tapi tak punya uang, semoga bermanfaat bagi Anda semua.