Apa itu Bank Sistemik? Apa Kriteria Bank Sistemik?
Ingat kasus Bank Century? Mega skandal keuangan yang penuh dengan muatan politis itu sempat menarik perhatian publik karena pemerintah melalui Menteri Keuangan yang dijabat oleh Sri Mulyani pada waktu itu menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Istilah bank sistemik kemudian mengemuka dan ramai diperbincangkan.
Apa itu bank sistemik?
Sebenarnya apa bank sistemtik itu? Bank sistemik merupakan bank yang memiliki jumlah aset besar dan kompleksitas produk beragam dengan konglomerasi keuangan. Selain itu, bank sistemik juga memiliki keterkaitan dc dengan bank lain dan posisi bank tersebut tidak tergantikan jika terjadi kegagalan atau penutupan.
Kegiatan usaha bank tak hanya sekadar menghimpun dan menyalurkan dana saja, tetapi banyak ragam kegiatan usaha lain dengan kompleksitas yang berbeda, tergantung pada kategori BUKU bank itu sendiri. Meski berkecimpung dalam pengelolaan dana nasabah, tak tertutup kemungkinan suatu bank mengalami masalah keuangan yang berisiko pada gagalnya bank tersebut menjalankan operasionalnya.
Kegagalan suatu bank bisa saja berdampak sistemik dan non-sistemik. Dampak sistemtik ini dimaksudkan bahwa jika suatu bank mengalami masalah, maka masalah tersebut dapat mengakibatkan gangguan bahkan kegagalan pada sektor jasa keuangan atau bank lainnya. Dengan kata lain, masalah yang terjadi pada internal suatu bank akan memberikan pengaruh secara luas terhadap sektor jasa keuangan atau operasional bank lainnya sebagai bagian yang tak terpisahkan karena berkaitan satu sama lain yang membentuk suatu totalitas.
Sementara dampak non-sistemik artinya masalah yang terjadi pada suatu bank hanya akan berdampak pada operasional bank itu sendiri, tidak meluas hingga mengancam gagalnya sektor jasa keuangan atau operasional bank lainnya. Ketika suatu bank yang bermasalah berdampak non-sistemik, maka biasanya terdapat dua opsi solusi, yakni diselamatkan atau ditutup. Tindak penyelamatan dilakukan apabila dana yang dibutuhkan lebih kecil dibanding apabila dilakukan penutupan. Demikian pula sebaliknya.
Kriteria bank sistemik
Jumlah bank di Indonesia saat ini tercatat sebanyak 116 bank. Dari jumlah tersebut, tak semuanya merupakan bank sistemik. Suatu bank dikatakan sebagai bank sistemik apabila memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh lembaga pemilik otoritas keuangan tertinggi, yakni Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Keempat lembaga tersebut memiliki peranan masing-masing apabila terjadi gangguan atau masalah pada operasional suatu bank.
OJK menetapkan setidaknya terdapat tiga kriteria bank sistemik, yaitu:
- Ukuran skala bank
Bank yang tergolong sebagai bank sistemik adalah bank-bank skala besar yang masuk dalam kategori BUKU 4 dan BUKU 3. Pada kedua kategori BUKU tersebut, bank memiliki kegiatan usaha yang cakupannya luas. Luas di sini dalam arti keragaman produk dan layanan juga penyertaan modal pada lembaga keuangan lain yang menjangkau lingkup internasional. Tak hanya skala cakupan produk dan layanan, ukuran skala bank juga mencerminkan total aset dan jumlah deposito yang dimiliki oleh bank terkait. Semakin besar jumlah aset yang dimiliki, maka risiko dampak sistemik jika mengalami masalah semakin tinggi.
- Interkoneksitas
Bank-bank besar tentu tak hanya menjalankan kegiatan usaha berupa penghimpunan dan penyaluran dana saja, tetapi juga menjalin kerja sama dengan instansi-instansi lain, bank-bank lain, dan juga lembaga-lembaga keuangan lainnya. Bahkan, bank juga senantiasa berusaha untuk melakukan ekspansi melalui penyertaan modal pada sektor jasa keuangan lain baik di dalam maupun luar negeri. Tak heran jika bank-bank besar memiliki hubungan interkoneksitas yang kuat.
Oleh sebab itu, apabila bank-bank besar ini mengalami masalah internal yang berisiko pada kegagalan operasionalnya, maka masalah tersebut tidak hanya berdampak secara internal pada bank itu saja, tetapi juga meluas pada lembaga-lembaga dan sektor keuangan lain yang terkoneksi dengannya. Secara lebih lanjut, masalah tersebut akan mengakibatkan krisis keuangan secara nasional bahkan global.
- Kompleksitas produk dan transaksi
Semakin besar skala dan modal inti suatu bank, maka level kategorinya akan meningkat. Seiring dengan peningkatan level kategori tersebut, bank terkait berkesempatan untuk menciptakan produk dan layanan yang lebih beragam dan kompleks dengan jangkauan yang lebih luas. Tentu produk dan layanan tak hanya sebatas tabungan, giro, dan kredit saja, tetapi ragam produk lain yang lebih kompleks seperti warkat, deposito, dan lainnya.
Kompleksitas produk dan transaksi yang ditawarkan oleh bank-bank besar ini membutuhkan perhatian dan pengelolaan yang sangat baik dan cermat agar tidak mengalami suatu kesalahan atau masalah. Kesalahan sedikit tentu saja akan menimbulkan masalah yang berisiko pada terganggunya operasional, bahkan tidak menutup kemungkinan terjadinya kegagalan. Hal tersebut tak hanya akan membahayakan kelangsungan bank terkait itu sendiri tetapi juga lembaga-lembaga keuangan lainnya.
Dampak bank sistemik
Adanya ancaman kelangsungan terhadap lembaga-lembaga keuangan lain inilah yang disebut sebagai dampak sistemik. Status bank sistemik sifatnya tidaklah permanen, tetapi bisa berubah seiring dengan jumlah aset dan kinerja kegiatan usaha bank tersebut. Bisa saja untuk periode tertentu suatu bank masuk dalam daftar kelompok bank sistemik, tetapi periode berikutnya bisa jadi keluar dari daftar kelompok bank sistemik.
Saat ini di Indonesia terdapat 12 bank yang termasuk dalam kelompok bank sistemik. Namun, OJK tidak merilis nama-nama bank tersebut ke publik. Namun, apabila mengacu pada kriteria ukuran skala bank bahwa bank sistemik merupakan bank-bank besar yang masuk dalam kategori BUKU 4 dan 3, maka kiranya publik bisa menebak nama-nama bank yang termasuk dalam daftar bank sistemik.
Meski terdapat bank berdampak sistemik, namun masyarakat tak perlu khawatir dalam memanfaatkan produk dan layanan perbankan. Dengan adanya kategori atau kelompok bank sistemik justru mencerminkan pengelolaan dan penerapan aturan yang semakin ketat. Tak hanya itu, bank terkait juga cenderung lebih berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak mengalami kesalahan.
Bahkan sejak disahkannya Undang-Undang No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK), pola penyelamatan terhadap bank yang mengalami kegagalan atau kolaps dilakukan dengan konsep bail-in. Pada konsep ini, pemegang saham dan kreditor turut bertanggung jawab menambah modal atau menjadikan simpanan sebagai modal penyertaan. Artinya, beban tak sepenuhnya dipikul oleh negara, yang dalam hal ini menjadi peran LPS.
Selain itu, OJK juga menerbitkan peraturan tentang recovery plan atau rencana aksi bagi bank-bank yang masuk dalam kelompok bank sistemik. Rencana aksi ini memuat strategi perbankan yang disiapkan untuk mencegah dan menyelesaikan masalah keuangan.
Jadi, setiap bank sistemik sudah memiliki rencana dan siap dengan strategi khusus untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kolaps atau kegagalan operasional secara internal. Strategi tersebut diharapkan mampu merespon tekanan keuangan, sehingga tidak membahayakan lembaga-lembaga keuangan lainnya.
Artikel Terkait
- Apa itu Bank Berdampak Sistemik?
- Apa itu BUKU Bank? Apa Syarat Kategorisasinya?
- 5 Bank di Indonesia dengan Kategori BUKU 4
- Anda Menabung di Bank? Ini Dia Ragam Biaya dan Potongan di Bank!
Demikianlah artikel tentang Bank Sistemik dan kriterianya, semoga bermanfaat bagi Anda semua.