Apa itu Kebijakan Quantitative Tightening (QT)?
Perekonomian tak lepas dari kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh bank sentral.
Ketika perekonomian lesu, di mana tingkat produksi menurun, tingkat pengangguran tinggi, daya beli masyarakat rendah, dan tingkat suku bunga pinjaman yang tinggi menciptakan krisis ekonomi baik di tingkat mikro maupun makro.
Jika kondisi krisis seperti ini dibiarkan atau tidak ditangani secara serius sehingga berlangsung terus-menerus, maka perekonomian suatu negara akan semakin terpuruk hingga mengalami keguncangan ekonomi pada level great depression.
Pada prinsipnya gejolak-gejolak dalam perekonomian suatu negara wajar terjadi, karena dipengaruhi oleh banyak faktor eksternal, seperti kondisi dan mekanisme pasar serta kebijakan ekonomi negara lain.
Gejolak-gejolak tersebut justru menjadi barometer kekuatan perekonomian setiap negara. Sebab itulah diperlukan adanya kebijakan-kebijakan moneter yang mampu mempertahankan kondisi ekonomi agar tetap stabil.
Quantitative Tightening (QT) merupakan salah satu kebijakan moneter yang diambil bank sentral untuk memperketat jumlah uang beredar di masyarakat.
Kebijakan moneter Quantitative Tightening diambil sebagai upaya untuk melakukan normalisasi neraca bank sentral.
Adapun tujuan utama dari diberlakukannya kebijakan Quantitative Tightening yaitu normalisasi tingkat suku bunga untuk menghindari terjadinya inflasi akibat akses terhadap uang menjadi mahal serta mengurangi tingkat permintaan terhadap barang dan jasa dalam perekonomian.
Sebelum Quantitative Tightening, telah dikenal lebih dulu Quantitative Easing (QE). Quantitative Easing merupakan kebijakan bank sentral Amerika Serikat yakni US Federal Reserve (The Fed) untuk meningkatkan jumlah uang beredar dengan membeli surat utang atau obligasi dari pemerintah maupun swasta.
Selain itu, Quantitative Easing juga dilakukan dengan menurunkan tingkat suku bunga hingga mencapai level 0% dan mendorong bank-bank komersial untuk mempermudah dalam memberikan pinjaman kepada masyarakat baik perorangan maupun badan hukum atau perusahaan.
Kebijakan Quantitative Tightening di Amerika
Pada tahun 2008, perekonomian Amerika Serikat mengalami krisis yang disebabkan oleh penurunan tingkat konsumsi dalam negeri, lesunya sektor properti, dan angka pengangguran yang tinggi.
Krisis ekonomi tersebut mengakibatkan perekonomian negara adidaya tersebut tumbang. Untuk mengatasinya, The Fed selaku bank sentral yang memegang otoritas keuangan tertinggi mengambil kebijakan Quantitative Easing atau pelonggaran kuantitatif.
Kebijakan Quantitative Easing diterapkan sebanyak 3 kali dalam kurun waktu tahun 2008 hingga 2012.
Pada penerapan tahap pertama yakni periode November 2008 hingga Maret 2010, The Fed mengucurkan dana hingga $1.650 triliun untuk membeli surat-surat berharga jangka panjang.
Selanjutnya pada tahap kedua yaitu periode November 2010 hingga Juni 2011, The Fed kembali menggelontorkan dana sebesar $600 miliar guna membeli surat utang baik dari pemerintah maupun swasta.
Sementara pada tahap terakhir di periode September 2012, The Fed kembali membeli surat utang dengan mengucurkan dana sebesar $85 miliar.
Penerapan kebijakan moneter Quantitative Easing terbukti mampu memulihkan kondisi ekonomi Amerika Serikat yang secara perlahan bangkit dari keterpurukan.
Angka pengangguran menurun, sektor properti kembali terdongkrak, dan konsumsi serta investasi dalam negeri mengalami peningkatan. Pemulihan ekonomi Amerika Serikat akibat krisis mulai stabil pada tahun 2013.
Namun, akibat dari pembelian surat utang secara masif pada kurun waktu tahun 2008 hingga 2012 mengakibatkan neraca bank sentral ‘membengkak’.
Neraca yang berlebihan ini berdampak pada kinerja bank sentral sendiri, di mana kemampuan bank sentral untuk mengelola dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya resesi ekonomi di masa mendatang menjadi terbatas.
Sebab itulah, The Fed berencana mengecilkan atau mengurangi neraca hingga mencapai ukuran yang lebih mudah dikelola, sehingga dapat kembali diperluas atau diperbesar saat terjadi resesi di masa mendatang.
Maka dari itu, The Fed memutuskan untuk menghentikan pembelian suart utang atau obligasi dan mengurangi neraca dengan menerapkan kebijakan moneter baru yakni Quantitative Tightening atau pengetatan kuantitatif.
Implementasi kebijakan Quantitative Tightening di Amerika
Kebijakan moneter Quantitative Tightening mulai diterapkan pada tahun 2014. The Fed mulai melakukan kebalikan dari kebijakan moneter yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu Quantitative Easing. Dari pelonggaran menjadi pengetatan.
Lantas, apa upaya yang dilakukan The Fed dalam penerapan kebijakan Quantitave Tightening? Ada beberapa upaya yang dilakukan, yakni:
- Menghentikan pembelian obligasi
Untuk memperkecil ukuran neracanya, The Fed mulai melaksanakan program penghentian pembelian obligasi pada tahun 2014 hingga mencapai 0 (nol), yang berarti tidak melakukan pembelian obligasi sama sekali.
Hal ini mengindikasikan tidak ada lagi pencetakan uang yang digelontorkan sebagai stimulus kepada pemerintah maupun swasta melalui pembelian obligasi. Artinya, tidak ada lagi jumlah uang beredar yang ditambahkan ke publik.
- Membiarkan obligasi lama hingga jatuh tempo
Obligasi lama yang telah dibeli selama tahun 2008 hingga 2013 dibiarkan mengendap hingga matang atau tiba waktunya jatuh tempo. Saat jatuh tempo, maka The Fed menerima pengembalian uang tunai dari para pihak yang menjual obligasi, yakni pemerintah dan swasta.
Uang tunai tersebut kemudian ditahan dan tidak digunakan untuk berinvestasi kembali melalui pembelian obligasi baru. Uang yang tidak diinvestasikan lagi akan lenyap begitu saja, sehingga neraca keuangan bank sentral mengalami penyusutan atau mengecil dari ukuran sebelumnya.
- Menjual obligasi dan surat-surat berharga
Upaya lain yang dilakukan The Fed untuk mengurangi ukuran neracanya adalah dengan menjual obligasi dan surat-surat berharganya. Penjualan surat-surat berharga dan obligasi tersebut tentu dapat mengurangi neraca. Tujuan dari penjualan ini adalah untuk menurunkan harga obligasi sehingga mampu menarik minat pembeli.
- Menaikkan suku bunga
Normalisasi neraca The Fed juga dilakukan dengan menaikkan suku bunga. Dengan suku bunga yang lebih tinggi, tingkat pengembalian pinjaman akan semakin tinggi pula. Artinya, jumlah uang beredar di masyarakat menjadi lebih terkendali.
Selain itu, dengan naiknya tingkat suku bunga, maka pengajuan pinjaman pada bank-bank komersial menjadi berkurang sehingga jumlah uang beredar di masyarakat juga akan berkurang.
Perbedaan Quantitative Tightening vs Quantitative Easing
Jadi, apa perbedaan Quantitative Tightening dengan Quantitative Easing? Keduanya sama-sama merupakan kebijakan moneter yang diterapkan untuk menjaga stabilitas ekonomi. Namun, kedua kebijakan moneter tersebut sangatlah bertolak belakang.
Quantitative Easing atau pelonggaran kuantitatif merupakan kebijakan moneter untuk menambah jumlah uang beredar di masyarakat sebagai stimulus untuk menggerakkan kembali roda perekonomian.
Sementara Quantitative Tightening merupakan kebalikannya, yakni kebijakan moneter untuk mengurangi jumlah uang beredar melalui normalisasi neraca bank sentral dengan penghentian pemberian stimulus baik kepada pemerintah maupun bank-bank komersial.
Meski implementasinya berlawanan, namun kedua kebijakan moneter baik Quantitative Tightening maupun Quantitative Easing sama-sama memberikan manfaat bagi pemulihan stabilitas ekonomi.
Penerapan kebijakan moneter di waktu dan strategi yang tepat akan dapat memberikan hasil yang baik pada kebangkitan ekonomi dari keterpurukan.
Efek Quantitative Easing bagi Negara Berkembang
Setiap kebijakan keuangan di Amerika pasti berpengaruh ke negara lain, terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Pada saat Quantitative Easing, uang dollar yang beredar bertambah, uang yang banyak tersebut mengalir ke negara-negara berkembang seperti Brasil, Cina, Rusia, tak terkecuali Indonesia.
Berikut beberapa efek dari Quantitative Easing di negara berkembang:
- Turunnya Suku Bunga
Karena permintaan surat utang di negara berkembang banyak, dan persediaan uang di bank melimpah, bank sentral akan menurunkan suku bunga. Dengan menurunkan suku bunga, bunga bank rendah, uang bisa disalurkan dengan mudah. - Booming Bursa Saham
Banyak uang diinvestasikan ke bursa saham, properti dan surat utang negara berkembang. Dengan limpahan uang tersebut banyak bursa saham, properti dan industri di negara berkembang mengalami booming. - Harga Dollar Turun
Karena pasokan dollar melimpah, harga dollar terhadap mata uang lokal akan turun.
Efek Quantitative Tightening bagi Negara Berkembang
Sedang pada saat Quantitative Tightening, keadaan berubah. Uang dollar kembali ke negaranya, dollar semakin berkurang di pasaran. Berikut beberapa efek Quantitative Tightening bagi negara berkembang:
- Bursa saham mengalami perlambatan.
Bank sentral amerika sedikit demi sedikit akan menaikkan suku bunga. Akibatnya arus investasi berubah, investor akan memindahkan uangnya dari negara berkembang ke Amerika. Karena imbal investasi mulai bagus dan dirasa lebih aman, uang panas di bursa saham negara berkembang akan ditarik kembali ke Amerika. - Sudden Dollar Surge.
Dengan kembalinya uang dollar ke asalnya, tentu saja membuat dollar di negara berkembang menjadi berkurang. Sesuai hukum pasar, karena dollar terbatas, maka harganya akan naik. - Cadangan Devisa Berkurang
Bank sentral di negara berkembang akan berusaha untuk membatasi penguatan dollar agar tidak terlalu tinggi. Akibatnya cadangan devisa akan berkurang banyak untuk menstabilkan harga dollar. - Suku Bunga Naik
Untuk menahan melemahnya mata uang lokal terhadap dollar, akibat keluarnya dollar, bank sentral negara berkembang akan menaikkan suku bunga. - Perlambatan Ekonomi
Akibat dollar naik, suku bunga naik, dan berbagai sebab lainnya, ekonomi negara berkembang akan melambat.