Dampak Resesi Ekonomi
Resesi ekonomi menjadi momok yang ditakuti oleh setiap negara, bahkan Amerika Serikat sekalipun yang dikenal sebagai negara super power. Tak bisa dipungkiri bahwa perekonomian setiap negara mengalami pasang surut. Sejarah mencatat bahwa negara-negara di dunia ini pernah dihantam resesi, yang menjadikan perekonomiannya terpuruk karena tidak mengalami pertumbuhan secara positif.
Ancaman resesi global kembali menghantui hampir seluruh negara di dunia akibat pendemi virus corona yang merebak sejak awal tahun 2020. Pasalnya, pandemi virus tersebut memaksa otoritas setiap negara untuk melakukan lockdown guna memutus rantai penyebaran virus tersebut. Itu artinya, seluruh aktivitas hampir di seluruh sektor ekonomi berhenti dan lumpuh. Hal ini jelas berisiko terhadap turunnya pendapatan dan daya beli baik secara mikro (rumah tangga) maupun makro (nasional).
Bukan hanya sekadar prediksi, resesi global bahkan sudah menjadi kenyataan. Kabarnya resesi telah melanda beberapa negara seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat. Hal ini tidak menutup kemungkinan juga akan merambah ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Apa Itu Resesi Ekonomi?
Bicara tentang resesi ekonomi tentu akan terasa hambar jika tidak atau belum memahami definisi dari resesi itu sendiri. Resesi merupakan kondisi di mana Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan atau nilai pertumbuhan ekonomi riil negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.
Resesi yang secara sederhana dapat dipahami sebagai turunnya pendapatan nasional umumnya ditandai dengan penurunan seluruh aktivitas ekonomi secara simultan seperti lapangan pekerjaan, pendapatan rata-rata, investasi, dan laba perusahaan. Akibatnya, tingkat pengangguran semakin tinggi, kesenjangan atau ketidaksetaraan meningkat tajam, pinjaman pemerintah melonjak naik, dan terjadi penurunan harga-harga komoditas (deflasi) atau bahkan balikannya yakni meningkatnya harga-harga komoditas secara tajam (inflasi).
Dampak Resesi Ekonomi Pada Pemerintah
Resesi jelas bukan kondisi yang menguntungkan bagi perekonomian. Ketika terjadi resesi, umumnya semua jenis bisnis akan merasakan dampaknya, baik yang berskala besar maupun kecil. Hal ini diperparah dengan kondisi kredit yang semakin ketat, di mana permintaan atau pengajuan permohonan kredit menurun atau menjadi lebih lambat, sehingga menciptakan kekhawatiran, ketakutan, dan ketidakpastian secara umum.
Begitu menyeramkankah resesi ekonomi? Relatif. Dampak resesi akan tergantung pada lama berlangsungnya resesi dan tingkat penurunan output secara nasional. Semakin lama resesi, bisa jadi dampak yang ditimbulkan akan semakin mengerikan. Sebaliknya, jika otoritas suatu negara mampu segera mengatasi resesi yang terjadi, maka dampak buruk atau negatif dari terjadinya resesi tersebut, dapat diminimalisir.
Jika terjadi resesi, maka dampaknya akan dirasakan oleh seluruh elemen negara. Tak hanya finansial negara atau perusahaan-perusahaan berskala besar, perusahaan menengah dan berskala kecil pun akan terkena dampaknya, apalagi lingkup keluarga. Sebab itu, resesi ekonomi menjadi momok bagi setiap negara, bahkan negara maju sekalipun. Adapun dampak resesi ekonomi di setiap lini kehidupan sebagai berikut.
- Jumlah pengangguran meningkat
Perusahaan berskala besar yang menjangkau pasar internasional seharusnya memiliki pondasi finansial yang kuat. Namun, ketika resesi terjadi bukan tidak mungkin perusahaan tersebut kolaps alias tumbang. Faktanya, itulah yang terjadi.
Ketika pendapatan penjualan dan laba yang diperoleh perusahaan mengalami penurunan drastis, maka kebijakan standar yang umumnya diambil oleh perusahaan adalah mengurangi jumlah karyawan. Langkah ini dilakukan untuk meminimalisir biaya dan meningkatkan laba. Artinya, terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) massal. Tak hanya itu, perusahaan juga melakukan moratorium rekruitmen pekerja baru.
Saat resesi terjadi, perusahaan dari berbagai industri memutus hubungan kerja dengan para pekerjanya dalam waktu yang hampir bersamaan. Sontak jumlah pekerja yang menganggur meningkat. Kondisi semakin parah, karena para pekerja yang baru menganggur akan kesulitan mendapatkan pekerjaan baru selama resesi.
Semakin tingginya tingkat pengangguran jelas menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bagi pemerintah. Pemerintah dituntut untuk segera mampu mengatasi keadaan dan menemukan solusi untuk mengakhiri resesi sehingga lapangan kerja kembali terbuka guna menyerap tenaga kerja.
- Pinjaman pemerintah melonjak tinggi
Pemerintah di setiap negara pasti membutuhkan dana yang cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan upaya pembangunan negara. Sumber pendapatan negara berasal dari pajak dan non-pajak. Tak bisa dipungkiri bahwa pajak sebagai penyumbang terbesar dalam pendapatan negara.
Ketika terjadi resesi, pendapatan negara dari pajak mengalami penurunan. Penyebabnya sebagai berikut.
-
- Perusahaan menghasilkan lebih sedikit laba, sehingga pemerintah menerima pajak korporasi yang lebih rendah.
- Pekerja menerima penghasilan lebih rendah, sehingga pemerintah menerima pajak penghasilan yang lebih rendah.
- Harga properti lebih rendah dan transaksi jual beli properti lebih sedikit, sehingga perolehan pajak dari jual beli properti tersebut lebih rendah.
- Pengeluaran masyarakat cenderung lebih rendah, sehingga berpengaruh pada pendapatan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang lebih rendah pula.
Di sisi lain, pemerintah dituntut untuk terus melakukan pembangunan di berbagai sektor, termasuk dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Hal ini menyebabkan pengeluaran pemerintah untuk pembayaran kesejahteraan rakyat, seperti tunjangan atau bantuan sosial, subsidi, dan lain sebagainya. Penurunan pendapatan pajak dan meningkatnya pembayaran kesejahteraan mengakibatkan defisit anggaran dan semakin besarnya total utang pemerintah.
- Harga aset menurun
Ketika resesi global terjadi, pasar internasional umumnya mengalami penurunan harga minyak. Hal ini dipicu oleh menurunnya tingkat permintaan terhadap minyak. Contohnya saja dalam masa pandemi virus corona saat ini, harga minyak dunia mengalami penurunan drastis akibat permintaannya menurun.
Penyebaran virus corona yang demikian masif ‘memaksa’ sebagian besar otoritas negara di dunia untuk menutup akses keluar masuk dan membatasi ruang gerak aktivitas bisnis dengan melakukan lockdown baik menyeluruh maupun parsial. Semua warga masyarakat dilarang untuk beraktivitas di luar, dan memberlakukan sistem work from home. Dengan demikian, penggunaan moda transportasi baik umum maupun pribadi menurun, sehingga tingkat permintaan terhadap bahan bakar minyak pun menurun.
- Imbal hasil obligasi menurun
Ketika terjadi resesi, umumnya imbal hasil obligasi pemerintah menurun. Di kala resesi, tabungan cenderung mengalami peningkatan dan pasar menuntut keamanan obligasi dibandingkan saham.
Turunnya imbal hasil obligasi ini dialami oleh Amerika Serikat yang jatuh pada level mendekati rekor, yakni 0,46%. Demikian pula dengan Italia. Namun, imbal hasil obligasi Italia mulai menunjukkan perkembangan yang positif, yakni mengalami kenaikan pada tahun 2020 ini. Hal ini dipicu oleh kekhawatiran nyata dari pasar tentang jatuhnya ekonomi Italia yang mengancam finansial negara, di mana resesi akan menyebabkan pemerintah kekurangan likuiditas.
Dampak Resesi Pada Perusahaan
Perusahaan-perusahaan baik skala besar, menengah, maupun kecil memiliki peran penting dalam menjalankan roda perekonomian nasional. Ada hubungan timbal balik yang mendorong ekonomi terus bertumbuh dan berkembang melalui mekanisme pasar. Perusahaan-perusahaan besar memproduksi produk atau jasa untuk memenuhi permintaan perusahaan menengah. Perusahaan menengah menghasilkan barang untuk perusahaan kecil. Perusahaan kecil memproduksi barang untuk konsumen. Demikianlah mata rantai yang menghidupkan perekonomian.
Namun, ketika resesi terjadi, hubungan timbal balik antara perusahaan-perusahaan dan konsumen mengalami goncangan yang berakibat serius pada kelangsungan kegiatan bisnis perusahaan. Perusahaan yang pada awalnya baik-baik saja, bisa saja porak-poranda dalam sekejap mata ketika resesi datang melanda. Begitu mahal biaya resesi karena dampak yang ditimbulkannya pada perusahaan.
- Penurunan pendapatan
Bisnis yang mengalami perkembangan dan kemajuan secara pesat, bisa saja jatuh akibat terjadinya resesi. Tidak mengherankan, karena selama resesi banyak bisnis yang mengalami kegagalan. Hal tersebut dipicu oleh banyak faktor, seperti goncangan ekonomi negatif, tergerusnya sumber daya riil, krisis kredit, jatuhnya harga aset berbasis utang, dan lainnya.
Ketika bisnis gagal, jelas perusahaan mengalami penurunan pendapatan secara drastis. Disadari atau tidak, penurunan pendapatan perusahaan ini memicu efek domino terhadap kehidupan ekonomi pekerjanya. Untuk menyelamatkan bisnisnya, perusahaan tentu saja akan mengambil kebijakan guna mengamankan finansialnya. Kebijakan yang sering kali diambil adalah mengurangi jumlah pekerja dan menurunkan upah pekerja.
Bagi pekerja yang terkena PHK, jelas akan kehilangan seluruh pendapatannya. Sementara pekerja yang terkena penurunan upah, juga akan kehilangan sebagian pendapatannya. Ketika pendapatan menurun, daya beli pun menurun. Masyarakat terutama keluarga dari pekerja yang terkena PHK dan penurunan upah tersebut akan sulit untuk memenuhi kebutuhannya.
Di saat daya beli masyarakat menurun, potensi perusahaan untuk meningkatkan pendapatan dari hasil penjualan produk atau jasa yang diproduksinya pun semakin kecil. Kondisi inilah yang ditakutkan perusahaan, karena mengancam kelancaran arus kasnya.
- Turunnya permintaan
Ketika resesi, masyarakat akan lebih berhati-hati dalam menggunakan atau membelanjakan uangnya. Hal ini mengakibatkan tingkat permintaan terhadap barang dan jasa mengalami penurunan. Jika permintaan menurun, maka perusahaan akan mendapatkan laba yang lebih rendah. Bahkan apabila permintaan tidak ada sama sekali, maka perusahaan berisiko mengalami kerugian dan tidak tertutup kemungkinan akan bangkrut.
Ancaman resesi ini tidak hanya untuk perusahaan tertentu saja, tetapi seluruh perusahaan yang ada di setiap industri atau sektor ekonomi. Keterbatasan modal dan aset yang dimiliki serta ketidakmampuan untuk memperoleh pinjaman guna mempertahankan operasional bisnis, memaksa mereka untuk keluar dari bisnis.
Resesi akan memberikan pukulan lebih berat pada beberapa perusahaan dibandingkan perusahaan yang lain. Mereka yang terkena pukulan berat resesi umumnya adalah perusahaan-perusahaan yang hanya memproduksi barang-barang mewah dan berdasarkan permintaan. Misalnya perusahaan-perusahaan mobil sport atau agen perjalanan wisata mewah cenderung lebih rentan terdampak resesi.
- Perang harga
Resesi memang mengancam eksistensi setiap perusahaan di berbagai industri. Namun, bukan berarti resesi mematikan kegiatan bisnis semua perusahaan. Ibarat perang, ada yang menang dan ada yang kalah. Bagi mereka yang memiliki lebih banyak amunisi, maka peluang untuk menjadi pemenang lebih besar, dibandingkan dengan mereka yang amunisinya terbatas atau bahkan tidak memiliki cadangan sama sekali. Demikian pula dengan perusahaan, bagi yang memiliki cadangan modal dan aset lebih besar, peluang untuk bertahan dan keluar dari resesi lebih besar, meski harus mengalami kerugian sementara.
Agar tetap survive, perusahaan-perusahaan yang mampu bertahan di tengah-tengah gempuran resesi cenderung mengambil langkah strategis, di antaranya adalah perang harga. Dalam perang harga, perusahaan sering berusaha menggantungkan diri pada pangsa pasar. Hal ini mengarah pada pemotongan harga yang agresif untuk menarik minat beli konsumen, meski harus berakibat pada berkurangnya profitabilitas.
Profitabilitas yang berkurang memaksa perusahaan untuk melakukan efisiensi dengan memotong biaya operasional dan menutup area bisnis yang tidak menguntungkan. Dalam upaya pemotongan biaya ini, tak jarang perusahaan juga menurunkan upah pekerja, bahkan memberhentikan pekerja yang tidak terlibat dalam bisnis inti perusahaan.
Dampak Resesi Pada Pekerja
Dampak nyata terjadinya resesi pada pekerja adalah pemutusan hubungan kerja, sehingga memaksa mereka menjadi pengangguran. Tingginya tingkat pengangguran berisiko meninggalkan dampak negatif yang dapat bertahan lama. Pengangguran berarti kehilangan pendapatan. Padahal di sisi lain, para pengangguran tersebut dituntut untuk tetap memenuhi kebutuhan baik dirinya pribadi maupun keluarganya.
Masalah pengangguran tak hanya menimbulkan dampak ekonomi saja, tetapi juga sosial. Daerah dengan tingkat pengangguran tinggi cenderung mengalami lebih banyak masalah sosial. Tingkat pengangguran yang tinggi menjadi faktor penyebab terciptanya ketidakstabilan sosial, yang mengarah pada kerusuhan dan vandalisme. Bahkan, pengangguran massal dapat mengancam tatanan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Artikel Terkait
- Pengaruh Inflasi terhadap Pengangguran
- Siapa Pemenang dan yang Kalah dalam Inflasi?
- Apa Itu Cash and Carry?
- Apa itu Analis Finansial (Financial Analyst)?
Demikianlah artikel tentang dampak resesi ekonomi, semoga bermanfaat bagi Anda semua.