Kekurangan dan Bahaya Cashless Society
Uang tunai (cash) tidak lagi menjadi sesuatu yang penting pada masa kini karena hampir semua transaksi bisa dilakukan secara online (cashless). Pembayaran tanpa uang tunai menjadi kebutuhan yang utama melalui jari tangan dan smartphone. Cashless juga berhubungan dengan pembayaran yang memakai kartu debit melalui mesin EDC.
Pembayaran secara digital dengan pilihan kartu berlogo Visa atau Mastercard, GoPay, Ovo, Dana, dan lainnya menjadi andalan masyarakat zaman now. Menurut Survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat menjadi 143,26 juta pengguna yang artinya bertambah 10,56 juta jiwa dari tahun sebelumnya. Para pengguna internet saat ini sudah lebih dari 50 persen total populasi penduduk, yakni sebesar 54,7 persen.
Peningkatan pengguna internet menghadirkan berbagai inovasi layanan keuangan digital (financial technology/fintech) untuk transaksi pembayaran. Berbagai perusahaan hingga transportasi umum memakai bandwagon yang mengharuskan pemakaian dompet digital (digital wallet), bukan lagi dompet sungguhan.
Dompet digital mengharuskan para penggunanya menyimpan uang di aplikasi untuk digunakan dalam transaksi pembayaran di berbagai merchant offline dan online. Dompet digital ini memang seperti rekening bank, tetapi para pengguna dapat bertransaksi melalui aplikasi agar lebih efisien. Bahkan kini muncul Bitcoin yang menjadi ladang uang dengan investasi sangat digemari oleh banyak orang di dunia.
Masyarakat tanpa uang tunai (cashless society) membuat pemerintah semakin mudah untuk menelusuri dan mengumpulkan dana pajak tanpa penyelundupan dan hal-hal negatif lainnya (fraud). Lalu apakah ada kekurangan dan bahaya cashless society? Tentu saja ada. Pembahasannya sebagai berikut.
1. Penyalahgunaan Data Pribadi
Transaksi tanpa uang tunai atau secara digital membutuhkan peralatan yang mumpuni (compatible devices) beserta teknologi berupa softwares pendukung. Hal ini membutuhkan setiap individu untuk menyerahkan identitas beserta gambar kartu identitas sebelum melakukan transaksi dengan leluasa.
Penyerahan identitas ini bisa berbahaya bagi konsumen karena adanya kemungkinan penyalahgunaan data pribadi sehingga bisa menjadi korban penipuan, pencurian, dan kerugian material lainnya. Jika ada kesalahan sistem, data pribadi bisa menyebar ke orang-orang yang jahat sehingga mereka mungkin akan melakukan berbagai tindak kejahatan kepada orang tersebut.
2. Saat Ada Gangguan Listrik atau Teknologi maka Pembayaran Transaksi Batal
Semua pembayaran transaksi secara online melalui dompet digital sangat tergantung teknologi sehingga ada risiko berupa gangguan teknologi seperti server error atau mati listrik. Gangguan seperti itu mungkin akan merugikan para pengguna karena kondisi keuangan para penggunanya terganggu. Saat server error atau down maka pembayaran secara nontunai tidak bisa dilakukan layaknya penggunaan ATM saat bank offline.
Risiko dan kemungkinan buruk ini harus diwaspadai karena transaksi mungkin batal, tetapi uangnya hilang karena sudah tertelan oleh server. Jika tidak segera dilaporkan maka uang tersebut kemungkinan akan hilang. Transaksi secara cashless mengharuskan semua penjual atau tenant untuk mempunyai mesin sebagai media pembayaran konsumen. Mesin ini sangat membutuhkan sinyal operator internet agar transaksi bisa diproses hingga selesai. Jika sinyal mengalami gangguan maka pembayaran tidak mungkin bisa dilakukan. Pada saat pembeli tidak memegang uang tunai sama sekali maka pembelian pasti dibatalkan.
3. Masyarakat Menjadi Konsumtif
Transaksi nontunai membentuk masyarakat menjadi lebih konsumtif karena transaksi ini memudahkan akses untuk konsumsi. Transaksi cashless membuat berbagai merchant yang bekerja sama dengan dompet digital memberikan berbagai promosi seperti diskon dan cashback. Berbagai promo membuat masyarakat membeli berbagai macam produk dan jasa secara menggebu-gebu karena adanya pikiran tentang cashback atau potongan harga sehingga pembelian menjadi lebih murah.
Orang yang tidak bisa mengontrol diri akan membuatnya semakin boros karena tidak bisa merencanakan keuangan dengan baik. Masyarakat umumnya mudah tergoda untuk membeli hal-hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan sehingga biaya pengeluaran menjadi tidak terkendali. Masalah ini sangat bergantung pada ketidakmampuan seseorang mengendalikan diri dan nafsunya untuk belanja terutama para wanita.
4. Nominal Transaksi Terbatas
Cashless society membatasi nominal transaksi walaupun sebenarnya kita mempunyai uang dengan nominal lebih dari cukup di bank atau dompet digital. Setiap transaksi yang memakai kartu debit dibatasi hanya Rp 5 hingga Rp 10 juta dalam satu hari oleh bank. Sedangkan kartu kredit juga memiliki limit tertentu sesuai pengajuan nasabah.
Transaksi dalam nominal yang besar memungkinkan kita untuk memakai instrumen uang digital lainnya seperti cek atau bilyet giro. Transaksi dalam jumlah besar seperti pembelian motor, mobil, dan rumah jauh lebih aman jika dilakukan dengan pembayaran nontunai atau transfer, tetapi pembayaran transaksi ini butuh perencanaan atau pengurusan instrument pembayaran lain terlebih dahulu.
5. Kemungkinan Adanya Kejahatan Virtual (Cyber Crime)
Dompet atau uang digital membutuhkan teknologi canggih untuk pemakaiannya. Teknologi canggih tetap bisa diretas atau dirusak oleh orang jahat yang lebih ahli dalam teknologi. Kejahatan virtual (cyber crime)dan pencurian data bisa terjadi ter tama saat ada kerusakan atau kelalaian pihak bank sehingga para nasabah yang menyimpan uang di bank bisa mengalami kerugian. Nasabah yang merugi pasti meminta pertanggung jawaban bank sehingga bank pasti akan merugi apalagi kalau kejadian ini menimpa banyak nasabah.
Kerugian yang diderita bank juga bisa terjadi saat adanya kerusakan sistem seperti kasus yang terjadi beberapa waktu silam. Sebuah bank merugi karena nasabah bisa mengambil uang berapa saja tanpa mengurangi saldo tabungannya. Jika kejadian ini terjadi secara massal tanpa ada perbaikan secepatnya maka bank bisa rugi besar.
Pemakaian kartu debit dan kartu kredit memiliki risiko seperti kehilangan kartu, penyalahgunaan dalam pemakaian kartu, dan pemalsuan identitas. Bank sebagai penerbit kartu yang profesional pasti memberi perlindungan berlapis agar nasabahnya terhindar dari masalah-masalah seperti itu sehingga masyarakat lebih memilih bank yang professional dan berpengalaman daripada bank atau pengelola dompet digital yang baru.
6. Berpotensi terjadinya pemblokiran oleh pemerintah
Kepemilikan uang di bank atau pengelola dompet digital terikat dengan peraturan dan kebijakan pemerintah karena data dan identitas nasabah dimiliki oleh pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah berkuasa untuk memblokir rekening bank atau dompet digital secara sepihak atau tanpa persetujuan nasabah. Pemblokiran biasanya terjadi pada situasi genting yang berhubungan dengan keamanan rakyat dan negara sehingga uang digital tidak bisa diakses.
7. Masyarakat Cashless Akan Kesusahan Saat Terjadi Bencana Alam
Saat bencana alam terjadi tentu saja semua server dan sistem down karena tidak adanya jaringan dan sambungan listrik dalam waktu lama. Listrik yang padam, jaringan ATM, dan internet tidak bisa digunakan sehingga transaksi nontunai tidak bisa dilakukan. Semua pembayaran transaksi harus dilakukan secara tunai sehingga masyarakat sebaiknya memiliki cadangan uang tunai untuk kondisi terburuk.
Dalam kondisi bencana tentu saja bank tidak akan buka karena semua pegawainya juga mengalami bencana. Dalam situasi bencana, kebutuhan uang tunai menjadi tinggi karena semua orang butuh makan dan minum karena kelaparan dan kehausan pasti melanda setelah bencana.
Peran pemerintah dibutuhkan untuk memasok uang tunai dalam jumlah besar seperti kantor cabang Bank Sentral Jepang (Bank of Japan) melakukan supply uang setelah gempa bumi dan tsunami di Tohoku yang berada di timur laut Jepang. Kesejahteraan rakyat lemah seperti lansia dan disabilitas harus diperhatikan secara maksimal oleh pemerintah. Keberadaan uang tunai pascabencana memiliki dampak pasar yang besar karena masyarakat bisa bertransaksi sehingga perputaran uang secara nasional bisa pulih. Setelah bencana biasanya semua hal menjadi rusak sehingga butuh waktu untuk pemulihan. Kehidupan masyarakat kembali seperti masa lalu. Semua kegiatan harus memakai uang tunai sehingga uang digital menjadi tidak berguna. Cashless society harus kembali menjadi cash society karena keadaan yang memaksa sehingga kemajuan teknologi seakan tidak ada daya jika Sang Maha Kuasa sudah berkehendak.
8 Tidak Semua Orang Paham Teknologi
Tidak semua orang paham teknologi karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup terutama dalam transaksi digital seperti masyarakat di pedesaan terutama di pedalaman yang tidak ada sinyal internet. Jangkauan sinyal operator biasanya terbatas di perkotaan dan kota di sekitarnya saja. Penerapan transaksi keuangan non tunai dalam masyarakat pedesaan sangat sulit karena mereka juga mungkin masih buta huruf atau tidak mengenyam pendidikan.
Untuk melek teknologi setidaknya harus bisa membaca sehingga bisa memahami berbagai instruksi dan ketentuan perbankan. Susahnya akses internet juga menjadi kendala karena semua proses transaksi digital butuh sinyal internet. Kekurangan infrastruktur dan pendidikan yang pantas menjadi kendala besar dalam sistem transaksi digital (cashless) ini. Bahkan kondisi ini juga terjadi di negara-negara maju karena tidak semua orang paham teknologi.
Pemahaman tentang transaksi nontunai atau digital ini harus berawal dari kepemilikan rekening bank. Masih banyak masyarakat yang tidak memiliki rekening bank sehingga masih sulit untuk melakukan transaksi nontunai. Masyarakat di pedesaan masih senang membawa uang tunai ke mana saja tanpa takut dicuri atau dijambret karena mereka sudah terbiasa dengan hal ini. Menurut mereka, teknologi sangat menyulitkan karena mereka tidak bisa atau tidak mau untuk belajar tentang teknologi karena sudah sibuk bekerja di sawah, pasar, dan tempat lainnya. Semua transaksi masih dilakukan secara tradisional karena membeli langsung dibayar dengan uang tunai.
Cashless society di Indonesia memang belum seutuhnya terbentuk karena masih ada generasi yang belum melek teknologi, kecuali generasi milenial. Pada hakikatnya, tidak semua transaksi harus dilakukan secara nontunai karena keberadaan uang tunai juga dibutuhkan untuk situasi darurat. Gerakan cashless society memang dapat menjadi solusi untuk mengatasi berbagai masalah transaksi konvensional seperti uang palsu, tetapi gerakan ini masih terlalu cepat untuk rakyat Indonesia sehingga cenderung membahayakan.
Penguasaan teknologi menjadi kendala terbesar sehingga uang tunai tidak bisa dihilangkan secara total sebagai metode pembayaran. Menurut sebagian orang, metode pembayaran paling efektif untuk pembelian tertentu adalah memakai uang tunai. Masalah di luar kuasa manusia (non human error) harus diperhatikan seperti bencana alam sehingga cashless tidak benar-benar bisa diterapkan dalam kehidupan ekonomi masyarakat.
Sistem transaksi tanpa uang tunai membutuhkan perangkat teknologi yang memadai dan pengadaannya harus tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Suatu negara besar pasti memiliki banyak provinsi atau negara bagian seperti Amerika Serikat sehingga peran pemerintah harus lebih besar. Cashless society sangat menguntungkan karena masyarakat mendapatkan banyak kemudahan dalam transaksi.
Namun, transaksi nontunai menjadi tidak menguntungkan bagi masyarakat di kota-kota kecil dan pedalaman yang belum terjangkau sinyal internet dan teknologi. Tidak ada salahnya menjadi bagian dari cashless society dunia karena secara teknis memudahkan transaksi, tetapi harus ada antisipasi untuk masalah atau risiko buruk sehingga tidak terjadi chaos. Hal yang jauh lebih penting adalah cara mengubah perilaku penggunaan transaksi karena pembayaran dengan uang tunai atau nontunai tetap sama karena sama-sama menimbulkan masalah. Be ready to be a cashless society!
Artikel Terkait
- Lupa PIN Kartu Kredit?
- 3 Fungsi dan Tugas Bank Umum yang Harus Anda Tahu
- Apa itu Junk Bond?
- Sejarah Munculnya Uang
Demikianlah artikel tentang kekurangan dan bahaya cashless society, semoga bermanfaat bagi Anda semua.