Kami menyediakan berbagai simulasi kredit, dari kredit mobil, kredit rumah, kpr, kartu kredit dan lain-lain. Simulasi pinjaman bisa juga dilakukan di sini.

Apa Itu Force Majeure?

Anda mungkin pernah mendengar kabar adanya penangguhan pembayaran kewajiban atas pinjaman modal kepada bank bagi korban bencana alam, entah itu banjir, tanah longsor, gempa bumi, erupsi gunung merapi, puting beliung, dan lain sebagainya. Bahkan bagi korban bencana alam yang kehilangan seluruh harta bendanya, dibebaskan dari kewajiban tersebut. Bagaimana bisa?

Ketika dua orang atau organisasi saling mengikat diri dalam suatu perjanjian, ada klausul khusus yang menyatakan bahwa kedua belah pihak dibebaskan dari kewajiban, apabila terjadi keadaan yang tidak terduga dan di luar kendali atau kuasa para pihak yang terikat dalam perjanjian. Inilah yang disebut dengan keadaan force majeure.

Apa itu force majeure?

Force majeure merupakan konsep dalam hukum kontrak yang menjelaskan klausul, di mana para pihak akan terbebas dari kewajiban kontrak apabila terjadi keadaan yang sangat tidak biasa dan tidak terduga. Klausul force majeure dipicu oleh kejadian luar biasa atau keadaan ekstrem yang sepenuhnya berada di luar kendali para pihak yang terikat kontrak, sehingga menyebabkan kontrak tidak mungkin untuk dipenuhi.

Istilah force majeure berasal dari bahasa Prancis yang secara harfiah berarti kekuatan yang lebih besar. Hal ini terkait dengan kuasa Tuhan, di mana sebuah peristiwa terjadi karena ‘ulah Tuhan’ sehingga dampaknya tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada pihak mana pun. Contoh peristiwa yang dapat memicu klausul force majeure adalah badai, gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin putting beliung atau tornado, dan pandemi atau epidemi penyakit.

Kondisi force majeure tak selalu terjadi karena ‘ulah Tuhan’, tetapi juga ulah manusia. Misalnya saja konflik bersenjata atau perang dan kerusuhan. Prinsipnya, force majeure merujuk pada peristiwa yang merupakan keadaan kahar, tidak terduga, di luar kuasa para pihak yang terikat kontrak, dan tidak dapat dihindari.

Penerapan force majeure

Meski dalam kontrak atau perjanjian telah terdapat klausul force majeure, namun klausul tersebut tidak serta merta bisa langsung diterapkan untuk keadaan yang sengaja diciptakan untuk menghindar dari kewajiban. Dalam hukum kontrak atau perjanjian, ada beberapa elemen kunci yang harus ada agar klausul force majeure bisa diterapkan.

  • Peristiwa yang terjadi merupakan rangkaian keadaan atau kejadian luar biasa yang tidak biasa dan tidak terduga, yang biasanya disebabkan oleh alam.
  • Dampak dari peristiwa yang terjadi sangatlah dahsyat sehingga mengakibatkan kerugian secara material, sehingga berpengaruh pada kemampuan para pihak yang terikat dalam kontrak untuk memenuhi kewajiban kontraktual mereka.
  • Peristiwa yang terjadi atau keadaan force majeure yang timbul tidak dapat diantisipasi secara wajar oleh salah satu pihak dalam kontrak, sehingga tanggung jawab sepenuhnya di luar kendali kedua belah pihak.

Klausul force majeure dalam kontrak perjanjian umumnya dijelaskan secara spesifik mengenai jenis kejadian atau keadaan yang disetujui oleh para pihak sebagai kejadian force majeure, dan hal-hal yang memicu berlakunya klausul tersebut. Meski demikian, tak semua kejadian force majeure diikuti dengan pembebasan semua kewajiban salah satu pihak sebagaimana tertuang dalam kontrak.

Misalnya, kontrak antara perusahaan pemasok dengan perusahaan produsen, di mana pemasok berkewajiban untuk mengirimkan pasokan bahan baku di pabrik-pabrik perusahaan produsen di beberapa daerah. Kebetulan di salah satu daerah terjadi kerusuhan sipil yang meluas sehingga pengiriman pasokan berisiko tinggi dan jelas tidak aman. Akibatnya, pemasok terkendala untuk memenuhi kewajibannya mengirimkan pasokan bahan baku ke perusahaan produsen.

Meski pemasok menghadapi kejadian force majeure, namun hal tersebut tidak serta merta membebaskannya dari kewajibannya. Klausul force majeure hanya dapat diterapkan sebagian, di mana pemasok hanya dibebaskan dari kewajibannya mengirimkan barang sesuai dengan jadwal waktu yang ditentukan dalam kontrak. Pemasok masih berkewajiban untuk mengirimkan barang di beberapa daerah lainnya. Bahkan pemasok masih berkewajiban mengirimkan barang sebagaimana telah disepakati dalam kontrak kepada perusahaan produsen ketika kerusuhan sipil telah mereda, dan pengiriman dapat dilakukan secara wajar dan tidak membahayakan.

Sementara berkenaan dengan pembayaran, apabila kinerja sebagian dari kontrak telah dilakukan sebelum peristiwa force majeure terjadi, maka salah satu pihak harus tetap melakukan pembayaran kepada pihak lain atas kinerja tersebut.

Pandemi covid-19 termasuk force majeure?

Akhir tahun 2019 masyarakat dunia dihebohkan dengan merebaknya virus covid-19 yang memakan banyak korban jiwa di Cina. Dalam hitungan bulan, virus tersebut telah menyebar ke seluruh dunia dan menjangkiti jutaan orang di berbagai negara, termasuk Indonesia. Banyak negara yang mengambil keputusan untuk menutup akses dengan melakukan lockdown guna mencegah penyebaran virus yang semakin luas, meski harus mengorbankan ekonomi.

Banyak pihak yang terdampak dengan terjadinya pandemi covid-19 ini, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Praktis pendapatan mereka menurun drastis bahkan tidak ada pemasukan sama sekali. Peristiwa penyebaran virus covid-19 hingga ke seantero dunia ini tentu merupakan kejadian yang luar biasa dan berdampak secara material.

Meski telah dilakukan upaya pencegahan, faktanya virus covid-19 terus menyebar seolah tak terkendali. Maka dari itu, pandemi covid-19 ini merupakan peristiwa force majeure yang memberikan dampak negatif secara material baik bagi individu maupun perusahaan. Banyak orang dan entitas perusahaan yang mencari keringanan dari perjanjian kontrak yang dibuat sebelum terjadinya pandemi covid-19.

Klausul kontrak force majeure yang dipicu oleh pandemi covid-19 kemungkinan besar terjadi dalam keadaan di mana persyaratan penguncian dan karantina wilayah yang diberlakukan oleh pemerintah. Hal ini tentu saja menjadi penghambat bagi salah satu atau kedua belah pihak untuk dapat memenuhi kewajiban yang telah tertuang dan disepakati dalam kontrak mereka.

Pandemi covid-19 berdampak secara ekonomi, di mana kegiatan ekonomi mengalami penurunan sehingga mendorong terjadinya resesi. Meski demikian, penting untuk dicatat bahwa resesi dan penurunan umum dalam kondisi bisnis, tidak dianggap sebagai alasan yang cukup kuat bagi salah satu pihak untuk mengklaim ganti rugi berdasarkan ketentuan force majeure sebagaimana tertuang dalam kontrak.

Artikel Terkait

Demikianlah artikel tentang apa itu force majeure, semoga bermanfaat bagi Anda semua.



Contoh Surat Balasan Kunjungan
Surat Balasan Izin Observasi / Surat Keterangan Izin Observasi
Contoh Surat Izin Observasi
Contoh Surat Permohonan Izin Peminjaman Tempat
Contoh Surat Balasan Peminjaman Tempat
Contoh Surat Balasan Penawaran Barang
Contoh Surat Balasan Penawaran Jasa
Contoh Surat Balasan Penawaran Kerjasama
Contoh Surat Permohonan Izin Mengadakan Penelitian
Contoh Surat Balasan Izin Penelitian


Bagikan Ke Teman Anda