Modus-Modus Penipuan Penjualan Rumah yang Harus Diwaspadai
Penipuan bisa menimpa siapa saja, bahkan secara tidak terduga. Modus penipuan kini semakin beragam saja dan para penipu semakin mahir dalam menjalankan misinya hingga menyebabkan korban mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Salah satu kasus yang marak terjadi adalah penipuan penjualan rumah.
Berikut ini beberapa kasus penipuan dengan berbagai macam modus yang pernah terjadi.
- Penipuan di Sidoarjo dengan 69 korban dan kerugian Rp 7 miliar
Kasus pertama terjadi pada tahun 2019, dimana seorang pria di Sidoarho melakukan penipuan terhadap 69 orang warga yang berniat membeli unit rumah di perumahan. Pelaku yang bernama Mochammad Fattah diketahui memiliki KTP yang beralamatkan Surabaya.
Fattah melakukan penipuan dengan modus pembangunan sebuah perumahan yang berlokasi di Desa Kwangsan, Kecamatan Sedati, Sidoarjo. Terbongkarnya kasus ini bermula dari laporan 69 orang warna yang mengaku sebagai korban penipuan.
Kepada masing-masing korban, tersangka menjanjika rumah senilai Rp 300 juta dengan DP Rp 200 juta. Diketahui ini bukan kali pertama tersangka Fattah melakukan modus penipuan seperti ini. Pada tahun 2015 lalu, tersangka juga melakukan penipuan penjualan rumah di perumahan The Mustika Garden yang ada di Desa Pepe, Kecamatan Sedati, Sidoarjo.
Pelaku melancarkan aksinya dengan memasang spanduk rencana pembangunan perumahan dan menyebarkan brosur. Di dalam brosur tersebut tertera rumah yang dijual dengan harga Rp 300 juta. Pembeli harus membayar uang muka sebesar Rp 200 juta yang bisa diangsur selama 2 tahun. Setelah uang muka lunas, pembangunan rumah baru bisa dilakukan.
Melihat penawaran ini, banyak warga yang berniat untuk membeli. Dari 69 orang warga yang menjadi korban, sebagian telah melunasi uang muka, sebagian lagi sudah melunasi pembelian rumah senilai Rp 300 juta. Total uang yang digelapkan oleh tersangka adalah Rp 7 miliar. Hingga saat ini, lahan perumahan yang disebutkan oleh tersangka seluas 2.9 hektar tersebut masih berbentuk area persawahan.
Kasus ini pernah dimuat di situs detik.com pada Kamis, 9 Agustus 2019.
- Keluarga guru besar PTN di Yogyakarta menjadi pelaku penipuan jual beli tanah
Kasus penipuan selanjutnya terjadi di Yogyakarta dalam transaksi jual beli tanah. Menurut artikel yang dimuat di detik.com pada Rabu, 7 Agustus 2019, pelakunya merupakan anggota keluarga dari seorang guru besar Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ada di Yogyakarta. Akibat perbuatan para pelaku, korban mengalami kerugian senilai Rp 1,9 miliar.
Ada tiga orang yang tekah ditetapkan sebagai tersangka yaitu GTN (37), DKH (44) yang merupakan seorang PNS, dan RH (71). Ketiganya merupakan ibu dan dua orang anaknya. Kasus penipuan ini telah terjadi pada tahun 2017.
Berawal dari Tindakan DKH yang menawarkan tanah seluas 3.431 meter persegi kepada korban yang bernama Setya Ningsih (44) dan suaminya. Tanah tersebut berada di daerah Purwomartani, Kalasan, Sleman dan dijual dnegan harga Rp 1,5 per meter.
Seminggu setelah penawaran tersebut, ketiga tersangka mengajak korban melihat tanah tersebut yang masih berupa pekarangan. Korban yang tertarik membeli tanah tersebut akhirnya sepakat dengan harga yang ditawarkan dan membeli tanah seluas 1.400 meter persegi.
Total nilai yang disepakati adalah Rp 2,1 miliar dan sudah dibayar korban senilai Rp 1,9 miliar. Jumlah tersebut ditransfer secara bertahap oleh korban selama periode Januari hingga Juni 2018.
Korban mulai curiga dengan para tersangka ketika mereka selalu menolak ajakan korban untuk melakukan pengukuran tanah bersama petugas yang berwenang. Pada akhirnya, tersangka mengaku bahwa tanak yang ditunjukkan dan dijual kepada korban bukanlah milik mereka.
- Penipuan jual beli rumah mewah di Jakarta
Kasus penipuan dalam transaksi jual beli rumah mewah terjadi di Jakarta. Menurut berita yang dimuat di detik.com pada Jumat, 9 Agustus 2019, modus yang digunakan oleh para pelaku adalah berpura-pura membeli rumah korban senilai Rp 15 miliar.
Rumah mewah tersebut berada di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Para pelaku yang berniat untuk melakukan penipuan kemudian menggadaikan sertifikat rumah tersebut di daerah Pancoran dan mampu meraup keuntungan hingga Rp 5 miliar.
Setelah berpura-pura menjadi pembeli yang berminat untuk membeli rumah korban, pelaku membujuk korban untuk menitipkan sertifikat tanah dan bangunan ke notaris guna dilakukan pengecekan di BPN (Badan Pertanahan Nasional).
Ada 3 pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini yaitu DH, DR, dan S. Ketiganya memiliki peran yang berbeda. DH berperan sebagai pembeli fiktif setelah menerima informasi tentang penjualan rumah tersebut. Singkatnya, terjadi pertemuan antara DH dengan korban atau pihak penjual.
DH menyarankan transaksi jual beli dilakukan di kantor notaris dan DR berperan sebagai staf notaris palsu. Ia dan S kemudian memalsukan sertifikat dan mengganti nama pemiliknya sebagai DH. Sertifikat palsu itulah yang digadaikan oleh para pelaku.
- Pemalsuan sertifikat dengan modus jual beli rumah
Modus jual beli rumah dilancarkan oleh sebuah sindikat mafia untuk memalsukan sertifikat rumah. Berita ini dimuat di properti.kompas.com pada tanggal 13 Februari 2020. Kasus penipuan diungkap oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) yang bekerja sama dengan Polri. Modus yang digunakan adalah sertifikat palsu dan e-KTP ilegal.
Pelaku penipuan berkedok sebagai calon pembeli yang berminat pada sebuah rumah. Setelah mendapatkan sertifikat asli, mereka menukarnya dengan sertifikat palsu dan bekerja sama dengan notaris fiktif.
Peran notaris fiktif adalah membuat e-KTP, NPWP, hingga nomor rekening bank yang aktif. Untuk semakin meyakinkan korban, mereka bahkan bersedia pergi bersama korban untuk melakukan pengecekan ke kantor pertanahan.
Pada tahap inilah aksi dilancarkan oleh para pelaku. Dengan dalih foto kopi, pelaku membawa sertifikat asli lalu kembali dengan membawa sertifikat palsu yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Pelaku kemudian membawa sertifikat yang asli ke rentenir untuk digadaikan. Total akumulasi kerugian dari harga rumah dan uang yang diperoleh dari rentenir mencapai Rp 85 miliar.
- Penipuan berkedok perumahan fiktif
Kasus penipuan dengan modus penjualan properti syariah terjadi di Surabaya, Jawa Timur. Menurut berita yang dimuat di situs detik.com pada 14 Februari 2020, penipuan diduga dilakukan oleh PT Cahaya Mentari Pratama dengan total kerugian Rp 3 miliar dan korban sebanyak 32 orang.
Perumahan fiktif bernama Multazam Islamic Residence menawarkan 2000 unit rumah sehingga kerugian ditaksir mampu mencapai ratusan miliar rupiah. Lebih jauh lagi, penipuan berkedok perumahan syariah ini bukan yang pertama kali terjadi.
Pada November 2019, dilaporkan kasus yang sama terjadi di Jakarta dengan proyek perumahan islami yang ada di Bogor. PT ARM Citra Mulya diduga sebagai pelaku utama dalam kasus ini dan berhasil membawa lari uang senilai Rp 23 miliar dari 270 orang korban.
Kemudian pada Januari 2020, kasus penipuan terjadi di Ponorogo, Jawa Timur dengan korban sebanyak 47 orang. Melalui penjualan perumahan fiktif bernama Dream Land, para pelaku berhasil mendapatkan uang Rp 4,5 miliar, sementara perumahan yang dijanjikan tidak pernah ada.
Meski penipuan berkedok properti syariah sering terjadi, namun para korban masih sangat mudah untuk percaya. Padahal, pengembang yang benar-benar Syariah akan diawasi secara langsung oleh MUI. Sementara itu, sampai saat ini tidak ada satu pun pengembang yang secara resmi terdaftar di MUI. Sehingga jika ada pengembang yang mengklaim dirinya syariah, maka itu hanya modus untuk mengelabui konsumen saja.
- Penipuan dengan modus penggandaan sertifikat
Pada berita yang dimuat oleh detik.com tanggal 22 Agustus 2019, polisi mengungkapkan adanya penipuan yang dilakukan oleh sindikat mafia tanah di Jakarta. Modus yang dilakukan adalah menggandakan surat tanah lalu menggadaikannya untuk mendapatkan sejumlah uang.
Menurut Polda Metro Jaya, kasus ini terjadi pada Agustus dan Oktober 2018. Tujuh tersangka yang ditangkap berinisial SD, RK, K, A, HM, S, dan MGR melakukan penipuan pada 2 orang korban yang menjual rumah dan tanah.
Pelaku menawar rumah dan tanah yang akan dijual oleh korban, lalu membujuk mereka untuk melakukan pengecekan surat di BPN. Saat itulah pelaku menukar surat-surat asli milik korban dengan surat palsu yang sudah disiapkan. Surat tersebut dibalik nama oleh pelaku dan digadaikan sebagai agunan.
Tips Menghindari Penipuan Saat Jual Beli Properti
Penipuan dalam jual beli properti kini semakin marak dan modusnya juga semakin beragam. Nilai kerugian yang dialami oleh korban juga tidak tanggung-tanggung, bisa mencapai ratusan miliar rupiah! Bagaimana cara agar terhindar dari penipuan saat melakukan jual beli properti? Berikut beberapa tips yang bisa digunakan.
- Jangan tergiur harga murah
Melihat harga properti yang murah, Anda jelas akan tergiur. Namun sebelumnya, cek dulu kebenaran informasi tersebut. Mengapa bangunan tersebut dijual dengan harga yang sangat murah, terutama jika Anda akan membeli properti yang belum dibangun.
- Teliti nama pengembangnya
Dari banyak kasus yang terjadi, para korban tertipu oleh pengembang fiktif. Di zaman yang serba canggih seperti sekarang ini, sangat mudah mencari informasi tentang nama perusahaan. Jika Anda hendak membeli rumah atau ruko, cari tahu dulu nama pengembangnya di internet. Jika tidak ada informasi apapun tentang pengembang yang bersangkutan, maka Anda patut curiga bahwa mereka merupakan sindikat penipu.
- Jangan mudah menyerahkan dokumen asli
Dilihat dari beberapa kasus di atas (terutama yang modusnya adalah penggandaan sertifikat), pelaku melancarkan aksinya saat mengajak korban untuk mengecek keaslian sertifikat di kantor BPN. Ingatlah untuk tidak mudah menyerahkan dokumen asli kepada pihak manapun untuk mencegah hal ini terjadi.
Jika mereka berdalih untuk foto kopi, pendaftaran, dan lain sebagainya, pastikan Anda selalu ikut serta dan turut mengawasi. Jangan memberikan atau menitipkan dokumen asli kepada siapapun meski hanya sebentar. Para penipu yang sudah berpengalaman akan menggunakan meski sedikit saja kesempatan untuk melancarkan aksi mereka.
- Periksa keaslian dokumen
Saat Anda akan membeli rumah yang masih dalam proses pembangunan, pastikan dulu keabsahan dan keaslian dokumen sebelum melakukan tanda tangan. Jika Anda tidak bisa melakukannya sendiri, minta bantuan dari notaris atau divisi legal dari bank untuk membantu Anda memeriksa keaslian dokumen tersebut.
Apabila Anda membeli rumah yang sudah jadi, pastikan Anda menerima dokumen yang lengkap dari pemilik sebelumnya. Tidak hanya sertifikat saja, tetapi juga Izin Mendirikan Bangunan (IMB), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Jika semua dokumen tersebut masih disimpan di bank, minta bank terkait untuk membantu Anda memeriksa keasliannya.
Itulah beberapa contoh kasus penipuan dalam transaksi jual beli properti yang sudah terjadi dan tips untuk menghindarinya. Siapa saja bisa menjadi korban penipuan, jadi pastikan Anda selalu waspada setiap saat. Jangan mudah menuruti anjuran dari pihak pembeli atau penjual yang baru saja Anda kenal, meski mereka menggunakan kedok syariah.
Artikel Terkait
- Modus Penipuan Nasabah Perbankan
- Cara Mengantisipasi dan Mencegah Pembobolan Kartu Kredit
- Bagaimana Modus Penipuan Nasabah Bank
- Tips Melindungi Diri Dari Penipuan Dan Pencurian Identitas
Demikianlah artikel tentang modus-modus penipuan penjualan rumah yang harus diwaspadai, semoga bermanfaat bagi Anda semua.