Bank Menyita Rumah KPR, Apa yang Harus Dilakukan?
Amir sudah sebulan ini merasa resah. Pasalnya ia telah menerima Surat Peringatan I dari Bank dimana ia mengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR) karena ia telah menunggak pembayaran cicilan pinjaman kredit rumahnya.
Amir sepenuhnya sadar, bahwa ketika ia mengajukan Kredit Pemilikan Rumah di Bank, ia sudah mengetahui bahwa KPR (Kredit Pemilikan Rumah) adalah hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria (UU Agraria) jo. UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UUHT”) bahwa Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai bisa dijadikan jaminan atas utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
Amir mengerti apabila ia tidak membayar angsuran pinjaman dan menunggak, maka Bank dapat mengeksekusi jaminan tersebut, hal ini tertulis pada pasal 20 ayat (1) UUHT:
“Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan:
- Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
- Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.”
Itu berarti, bila Amir tetap tidak menyelesaikan tunggakannya maka hukuman terburuk yang akan diterimanya adalah rumahnya akan disita oleh pihak Bank. Amir menimbang-nimbang, apakah ia harus mendatangi Bank lalu menjelaskan duduk perkaranya dan mencari jalan keluar terbaik atau langsung menyerah dan membiarkan Bank menyita rumahnya. Bila Bank menyita rumahnya, apa yang harus ia lakukan?
Sebenarnya dalam kasus Amir, ia masih memiliki waktu untuk melakukan sesuatu sebagai itikad baiknya kepada perbankan. Setelah SP I, Bank selanjutnya akan mengeluarkan SP II untuk keterlambatan pembayaran selama 1-3 minggu.
Bila masih tidak ada tindak lanjut, maka Bank akan mengeluarkan SP III untuk masa keterlambatan selama tiga bulan. Yang patut dipikirkan adalah selama masa tersebut nama debitur sudah tercatat jelek di BI Checking. Untuk keterlambatan tiga bulan berarti debitur sudah pada posisi Kolektibilitas 2 atau Dalam Perhatian Khusus.
Jika SP III dari Bank masih tetap Amir abaikan, maka rumah Amir akan disita oleh Bank dan Bank memberikan waktu kepada Amir untuk membereskan barang-barangnya dan mengosongkan rumahnya.
Sebelum hal ini terjadi, sebenarnya Amir masih memiliki dua buah pilihan untuk dilakukan, yaitu :
1. Amir Pasrah Bank Menyita Rumah KPRnya.
Amir merasa sudah tidak sanggup meneruskan kredit pemilikan rumahnya dengan cara apapun dan merasa tidak ada jalan lain selain membiarkan Bank menyita dan melelang rumah KPRnya.
Jika memang ini pilihan yang Amir ambil, jangan berlama-lama memutuskannya. Sebaiknya Amir sesegera mungkin menemui pihak Bank dan meminta untuk dipercepat prosesnya. Karena jika Amir mengulur waktu, ia akan dikenakan denda sebesar kurang lebih 0,5% per hari, yang dihitung dari jumlah cicilan bulanannya.
Sehingga daripada kelamaan berfikir namun hutang terus menumpuk, Amir sebaiknya bergegas melakukan negosiasi dengan pihak Bank agar proses lelang disegerakan.
Sesuai dengan pasal 6 UUHT, Jika rumah Amir terjual melalui proses lelang dengan nominal yang jumlahnya melebihi jumlah hutangnya, maka Amir berhak atas sisa penjualan tersebut.
2. Amir Melakukan Over Kredit.
Over Kredit berarti Amir memindahkan Bank dimana ia selama ini melakukan KPR ke Bank lainnya untuk mendapatkan plafond yang lebih besar. Dengan cara ini Bank yang Amir tuju akan membayar kepada Bank yang lama dan Amir bisa meneruskan cicilannya di Bank yang Baru. Namun proses ini memiliki kekurangan seperti lamanya proses pengeluaran sertifikat dari Bank lama, dan biaya over kredit yang tidak sedikit.
Selain harus membayar biaya pelunasan dipercepat, Amir juga harus membayar biaya pengurusan over kredit yang biasanya terdiri biaya notaris, appraisal jaminan, , legal dan surat menyurat lainnya.
3. Amir Memiliki Itikad Baik Untuk Menyelesaikan Permasalahan KPRnya
Jika demikian, Amir harus segera menyelesaikan masalah KPR ini dan menegosiasikan ulang masalah KPRnya tersebut dengan pihak perbankan. Caranya adalah dengan menunjukkan itikad baik datang ke Bank terkait dan meminta saran dari pihak Bank untuk melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) pembayaran hutangnya. Atau dengan meminta kebijakan dari pihak Bank untuk merestrukturisasi kredit tersebut menjadi pinjaman dengan jumlah angsuran bulanan yang nominalnya lebih kecil atau lebih ringan dengan cara memperpanjang masa pembayaran atau tenor pinjaman.
Jika cara ini berhasil, maka Amir tetap dapat melanjutkan kredit pemilikan rumah dan tetap dapat tinggal di rumah yang telah dikreditnya tersebut. Namun Amir harus meningkatkan kewaspadaannya untuk membayar angsuran pinjamannya secara tepat waktu agar ia bisa memperbaiki reputasinya sebagai debitur yang dicatat dalam BI Checking.
Artikel Terkait
- Terlambar Bayar KPR? Bagaimana Kalau Tidak Mampu Bayar Lagi?
- Apa Sih Take Over KPR Itu?
- Apa itu Loan to Value (LTV) KPR?
- Apa Beda KPR vs KPA?
Demikianlah artikel tentang beberapa hal yang harus dilakukan jika bank menyita rumah KPR, semoga bermanfaat.