Kami menyediakan berbagai simulasi kredit, dari kredit mobil, kredit rumah, kpr, kartu kredit dan lain-lain. Simulasi pinjaman bisa juga dilakukan di sini.

Bahaya Deflasi dan Akibat Deflasi Bagi Ekonomi

Falsafah kapitalisme membuat para ekonom dan pelaku ekonomi lebih banyak memikirkan soal inflasi. Bagi mereka, deflasi tidak mungkin terjadi karena di tengah pasar yang makin kapitalis dan materialis, orang tidak akan memilih ‘berpuasa’ dari mengkonsumsi segala sesuatu.

Mereka yang berpikir materialistis, juga ekonom kapitalis-materialis, akan berpendapat bahwa konsumsi adalah obat mujarab bagi seseorang. Kapitalisme dan materialisme adalah soal kepemilikan, dan itu merupakan urat nadi perekonomian yang dianut saat ini. Mereka yang memilih ‘berpuasa’ adalah musuh besar para ekonom. Berpuasa secara ekonomi merupakan cikal bakal deflasi dan kematian ekonomi.

Apa sebenarnya deflasi itu? Singkatnya, deflasi merupakan kondisi dimana harga-harga mengalami penurunan. Deflasi umum terjadi sebelum dan setelah krisis ekonomi melanda.

Ketika perekonomian mengalami resesi berat atau depresi, keluaran ekonomi menurun karena rendahnya permintaan konsumsi dan turunnya investasi. Hal ini menimbulkan penurunan perekonomian secara keseluruhan dalam hal harga aset karena para produsen dipaksa untuk menjual semua barang – yang tidak lagi diinginkan oleh konsumen.

Baik konsumen maupun produsen menolak mengeluarkan uang mereka dan memilih untuk ‘mendiamkan’ harta mereka dalam bentuk apapun. Tak ayal lagi, perekonomian pun merugi karena stagnan-nya produksi dan konsumsi. Inilah makna deflasi yang sesungguhnya; lonceng kematian bagi perekonomian. Apa sebenarnya yang membuat deflasi begitu ditakuti? Berikut adalah alasannya.

Penurunan harga membuat biaya produksi tidak terpenuhi. Hal ini mendorong pelaku ekonomi untuk mencari solusi alternatif agar produksi terus berjalan. Salah satu hal yang pasti dilakukan adalah menurunkan upah tenaga kerja. Disukai atau tidak, kebijakan ini bakal ditempuh oleh sembarang perusahaan karena menutup usaha bukanlah pilihan yang seksi dan menarik; sementara melakukan pemecatan massal akan berimbas pada persoalan yang lebih pelik.

Memotong tingkat suku bunga bukan hal yang mudah, terutama jika pemotongan bunga tersebut dilakukan hingga nilainya di bawah 0 (nol). Bukan hal mudah bagi bank sentral untuk memotong tingkat suku bunga hanya dengan alasan untuk mendorong investasi dan pengeluaran. Yang lebih sulit lagi, dan nyaris tidak masuk akal, adalah menurunkan tingkat suku bunga hingga di bawah 0 (nol).

Dari sisi personal, misalnya, ketika orang berpikir nantinya harga lebih rendah, maka yang bersangkutan cenderung berhemat agar bisa membeli lebih banyak di kemudian hari. Sederhananya, jika Anda berpikir untuk membeli mobil baru dan harga 6 bulan lagi jauh lebih murah, mengapa tidak beli enam bulan lagi?

Dengan demikian, turunnya harga menggeser konsumsi, dari konsumsi untuk sekarang menjadi konsumsi untuk masa depan karena konsumen menanti turunnya harga. Turunnya permintaan menekan perekonomian, menghantarkan pada penurunan harga dan penghematan biaya.

Satu hal yang membuat deflasi tidak disukai adalah deflasi menaikkan tingkat suku bunga yang disusun menurut aturan inflasi. Hal ini mengakibatkan konsumen mengurangi konsumsi dan belanja pada produk-produk yang sifatnya tahan lama yang dibeli secara kredit seperti mobil, rumah dan peralatan rumah tangga. Meningkatkan suku bunga yang didasari inflasi juga berarti meningkatkan ongkos peminjaman dan bisa menurunkan investasi.

Itu semua masih belum akhir cerita. Seiring dengan menurunnya konsumsi dan investasi, terdapat penurunan agregat permintaan atau demand. Dan, hal ini mengakibatkan harga jatuh lebih keras lagi.

Akibatnya adalah deflasi yang lebih parah, pemotongan konsumsi dan pengeluaran yang lebih sadis, dan penurunan harga yang lebih jauh serta hancurnya perekonomian yang oleh Irving Fisher disebut sebagai ‘debt-deflation spiral’.

Deflasi membuat hutang lebih besar dan kian sulit untuk dilunasi. Akibatnya, ini membuat persoalan lebih berat bagi peminjam. Orang awam berpikiran kalau apa yang merugikan peminjam berarti menguntungkan pemberi pinjaman. Hal itu tidak benar dalam kasus deflasi.

Konsumsi rumah tangga yang turun – karena nilai pinjaman yang meningkat – tidak dibarengi oleh konsumsi pemberi pinjaman. Secara keseluruhan, pengeluaran mengalami penurunan, baik di sisi peminjam maupun pemberi pinjaman. Hal ini semakin menurunkan demand, harga jatuh lebih keras lagi; dan akibatnya adalah ‘debt-deflation spiral’ sebagaimana diutarakan Fisher.

Persoalan lain yang sangat erat kaitannya dengan deflasi adalah upah dan harga yang melengket satu sama lain. Permasalahan muncul ketika harga mengalami penurunan sementara upah menolak untuk menurun. Hal ini menyebabkan kenaikan biaya tenaga kerja – yang disusun menurut inflasi – dan menghantarkan pada pemberhentian hubungan kerja secara massal.

Semakin banyaknya pengangguran berarti semakin banyak orang yang tidak mengeluarkan uang dan semakin menjatuhkan harga barang dan jasa. Sekali lagi, ekonomi bakal ambruk.

Penting sekali untuk menggarisbawahi bahwa deflasi sama sekali tidak dikehendaki karena berbagai alasan di atas. Disinflasi, yakni kondisi dimana tingkat inflasi di bawah 0 (nol) tapi menurun, juga menjadi persoalan tersendiri.

Mereka yang duduk di bank sentral harus berpikir keras agar deflasi tidak terjadi seraya mengantisipasi inflasi yang terlampau tinggi – yang mana merupakan cikal bakal deflasi. Bukan hal mudah untuk menciptakan keseimbangan, tapi seorang ekonom yang cerdas pasti sadar dan tahu sampai mana inflasi harus terjadi.

Artikel Terkait

Demikianlah artikel tentang bahaya deflasi dan akibat deflasi bagi ekonomi, semoga bermanfaat bagi Anda semua.



Apa itu Fundamental Ekonomi?
Ongkos Ekonomi Menggunakan Jet Pribadi
Alasan Ethiopia Bakal Menjadi Pusat Ekonomi Global Berikutnya
Apa Itu Ekonomi Kreatif?
9 Faktor Utama Penyebab Krisis Ekonomi
Bahaya Dari Deepfake
Apa Itu Pertumbuhan Ekonomi?
Efek Pertumbuhan Ekonomi Cina Melambat
Bagaimana Cara Menghitung Pertumbuhan Ekonomi?
Pengaruh Infrastruktur, Tingkat Pendidikan, dan Kesehatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi


Bagikan Ke Teman Anda