Haruskah Drop Out (DO) untuk Fokus Membangun Startup?
Mempersiapkan masa depan sejak kuliah memang suatu langkah yang mengagumkan. Di saat sebagian mahasiswa sibuk dengan rutinitas kampus dan bersenang-senang ala anak muda, sebagian lainnya justru tenggelam dalam kesibukan merintis sebuah startup.
Tentu tak mudah menjalankan keduanya, karena baik kuliah maupun menjadi pendiri startup sama-sama membutuhkan tanggung jawab, konsentrasi, dan komitmen yang besar agar sama-sama berhasil.
Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Itulah pepatah yang mencerminkan upaya merintis bisnis startup sambil kuliah atau sebaliknya, kuliah sambil berbisnis.
Harapannya baik kuliah dan bisnis bisa berjalan dengan lancar dan menghasilkan kesuksesan. Namun, harapan tinggal harapan karena keduanya sama-sama membutuhkan banyak perhatian dan waktu yang sering kali bentrok satu sama lain. Artinya, di waktu yang sama Anda harus menyelesaikan tugas-tugas kuliah sekaligus menciptakan serta merealisasikan ide bisnis.
Menjalankan kuliah sekaligus startup memang cukup kompleks. Jika tidak sanggup, artinya ada dua pilihan yang harus dipilih dan diputuskan, berhenti kuliah alias drop out atau fokus pada startup.
Jadi, mana yang lebih penting, kuliah atau membangun startup? Sebelum memutuskan untuk memilih drop out kuliah atau membangun startup, ada baiknya jika Anda mempertimbangkan beberapa faktor berikut ini.
- Besar kecilnya tekanan
Dalam perjalanannya, kuliah dan bisnis startup sering kali tidak selaras sejalan. Artinya, keduanya menyita waktu dan perhatian serta memberikan tekanan yang tidak kecil. Dalam urusan kuliah, Anda akan disibukkan dengan ujian, tugas-tugas, dan proyek.
Mau tidak mau hal tersebut harus Anda kerjakan sebagai bentuk tanggung jawab pada diri sendiri atas komitmen kuliah dan kepada orang tua selaku ‘investor’ atau penyedia dana kuliah. Ketika Anda berleha-leha dengan urusan kuliah, orang tua tentu saja tidak akan tinggal diam. Mereka akan gencar melontarkan pertanyaan kapan selesai kuliah.
Sementara sebagai pendiri startup, Anda disibukkan dengan pencarian dan pengembangan ide serta menawarkannya kepada investor. Tekanan tak hanya datang dari kampus dan orang tua saja, tetapi juga investor yang menanamkan modalnya pada bisnis startup yang Anda rintis.
Jika tidak ada progres, investor tak ubahnya seorang debt collector yang garang menagih realisasi dari ide startup Anda. Mereka tentu tidak akan peduli dengan kesibukan kuliah jika itu Anda gunakan sebagai alasan.
Startup bisa dirintis dan dijalankan dengan memanfaatkan waktu luang saat libur semester. Bisa jadi, tetapi pekerjaan yang dilakukan pada sisa-sisa waktu menandakan bahwa pekerjaan tersebut bukanlah prioritas, sehingga hasilnya pun tidak akan maksimal.
Lagipula jika startup yang dibangun mulai menunjukkan progres yang menggembirakan, apakah Anda akan tetap mengerjakan di sela-sela waktu luang Anda dan tidak mengganggu jadwal kuliah Anda?
Bagi mereka yang memilih membangun startup dibanding kuliah, disebabkan adanya keengganan untuk menghadapi beragam ujian, tugas-tugas, dan proyek perkuliahan yang rumit hanya untuk mendapatkan nilai.
Benarkah demikian? Bukanlah membangun startup juga merupakan serangkaian tes atau ujian yang harus diselesaikan? Output-nya memang bukan berupa nilai, tetapi sebenarnya tekanannya jauh lebih besar dibandingkan kuliah.
Membangun startup tanpa disadari tak ubahnya mengerjakan ujian demi ujian secara profesional. Bahkan komitmen ini berdampak pada kredibilitas Anda, yang harus siap menerima keluhan, komplain, bahkan pujian dari mereka yang menikmati produk atau layanan startup Anda.
Gagal dalam mata kuliah bisa diulang, tetapi jika gagal dalam startup akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan klien dan investor terhadap kompetensi Anda.
- Progres startup yang dirintis
Mark Zuckerberg merupakan salah satu contoh yang tepat untuk menggambarkan konteks ini. Pendiri jejaring sosial Facebook ini memulai startup-nya saat kuliah.
Tak disangka platform jejaring sosial yang diciptakannya mendapat respon positif dari mahasiswa baik di dalam maupun antar-kampus. Banyaknya pengguna jejaring sosial tersebut menuntut Mark untuk mengembangkan platform Facebook.
Merasa tak bisa meng-handle tugas-tugas kuliah dan startup, akhirnya Mark memutuskan untuk berhenti alias drop out dari kuliah dan fokus pada pengembangan startup-nya. Pengorbanan Mark berbuah manis, karena kini Facebook menjadi jejaring sosial nan fenomenal dengan pengguna terbanyak dari seluruh dunia.
Kisah kesuksesan Mark Zuckerberg dengan Facebook-nya bisa menjadi inspirasi bagi Anda dalam menentukan pilihan antara kuliah atau membangun startup.
Namun, harus diperhatikan poin pentingnya bahwa Mark meninggalkan bangku kuliah karena startup yang dirintisnya mulai menunjukkan hasil positif dengan progres menggembirakan sehingga layak untuk dijalankan secara serius. Dengan kata lain, startup yang dibangun sejak di bangku kuliah memiliki prospek yang baik untuk lebih dikembangkan secara profesional.
Jika startup yang Anda rintis belum menunjukkan hasil yang diharapkan dan belum layak dijalankan secara serius, alangkah lebih baik apabila Anda kembali fokus pada aktivitas perkuliahan Anda.
Belajar lebih fokus dan serius sehingga proses transfer ilmu dapat Anda terima dengan baik, sehingga ke depannya dapat diaplikasikan pada bidang kerja yang akan Anda tekuni.
- Pikirkan masa depan secara matang
Tak dipungkiri bahwa selembar ijazah mampu mengantarkan kesuksesan Anda di masa mendatang. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang tercantum dalam ijazah, idealnya menunjukkan semakin banyak ilmu pengetahuan yang dimiliki. Meski demikian, ijazah tak serta merta menunjukkan kualitas seseorang secara riil.
Pahami bahwa setiap tindakan akan menuai konsekuensi di belakangnya. Ketika Anda memutuskan berhenti kuliah untuk fokus pada membangun startup, maka Anda harus siap dengan konsekuensinya.
Jika kemudian Anda berhasil dengan startup yang dirintis, tentu tidak akan timbul masalah. Namun sebaliknya, jika startup gagal padahal Anda telah berhenti kuliah, Anda akan sulit untuk beralih ke pekerjaan lain karena tidak memiliki ijazah perguruan tinggi.
Kondisi akan berbeda apabila Anda fokus pada kuliah hingga lulus perguruan tinggi dan mengantongi ijazah sebagai bukti legal bahwa Anda pernah mengenyam pendidikan tinggi.
Berbekal ijazah tersebut, kesempatan Anda untuk mendapatkan pekerjaan sesuai bidang ilmu yang dipelajari lebih besar. Jika pun Anda ingin serius membangun startup setelah lulus kuliah tidak akan menjadi masalah.
Jadi intinya pertimbangkan secara matang untung rugi dan dampak yang mungkin dialami untuk masa depan Anda sebelum memutuskan untuk berhenti kuliah atau membangun startup. Pilihan terbaik tentu tergantung pada situasi dan kondisi diri Anda masing-masing.
Berpikirlah secara bijak agar keputusan yang dibuat dapat menguntungkan masa depan Anda, bukan justru sebaliknya. Sebagai rule of thumb, bila Anda tidak kuliah di Harvard, sebaiknya lulus kuliah terlebih dahulu.
Artikel Terkait
- Gagal Buat Startup? Bikin Startup Baru Lagi Saja!
- Ide-ide Startup yang Sering Gagal
- Apa Untung Ruginya Membuat Program Magang bagi Perusahaan Startup?
- 9 Hal yang Harus Dimiliki Founder Startup Berbasis Teknologi
Demikianlah artikel tentang haruskah drop out (DO) untuk fokus membangun startup, semoga bermanfaat bagi Anda semua.