Kredit Rumah untuk Orang Miskin, Memicu Krisis Ekonomi?
Jika dilihat dari judul artikel ini saja, sudah jelas terlihat menakutkan. Pasalnya krisis ekonomi, siapa yang tidak tahu dengan istilah itu? Pernah terjadi di Indonesia, tepatnya pada tahun 1998. Amerika juga mengalami hal yang sama pada tahun 2008, parahnya berpengaruh pada dunia. Lalu apa hubungannya dengan Kredit rumah? Hal ini sangat berhubungan karena sama-sama menyangkut masalah finansial yang meluas. Diperlukan adanya penjelasan kepada masyarakat agar bisa mengerti dan tidak terlalu meremehkan masalah kestabilitasan keuangan mereka.
Subprime Mortgage Crisis di Amerika
Di Amerika, rumah juga merupakan kebutuhan utama masyarakatnya. Ketika masyarakat secara finansial mampu, dapat memiliki pinjaman dana atau apapun bentuknya untuk mendapatkan barang impiannya. Dalam hal ini marilah berbicara tentang Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kondisi seperti ini disebut dengan Prime Mortgage. Dimana skala dan kemampuan kredit masih terawasi dan terencana.
Semua berawal pada 2008 dimana Federal Reserve, Bank Sentral Amerika menetapkan suku bunga yang sangat rendah yaitu hanya 1%. Kemudian salah bank tertua dan terbesar di Amerika yaitu Bank Lehman Brothers (LB) berinisiatif meminjam dana dengan sangat agresif dengan motif mendapatkan keuntungan berlipat ganda. Memang dengan pinjaman yang sangat besar tersebut bisa membuat LB menghasilkan keuntungan berlipat ganda.
P.S : Yang dilakukan oleh LB tersebut biasa dikenal dengan leverage, yaitu meminjam uang untuk meningkatkan output dari sebuah transaksi untuk meningkatkan keuntungan. Berikut adalah ilustrasinya.
Pada kondisi normal, seseorang memiliki uang Rp 15,000 digunakan untuk membeli kue dengan harga yang sama. Kemudian dia menjual kepada orang lain seharga Rp 16,000.- sehingga ia mendapatkan keuntungan Rp 1,000.-
Untuk meningkatkan keuntungan maka seseorang meminjam uang sejumlah Rp 1,500,000.- dengan tempo pengembalian satu bulan, untuk kemudian dibelikan kue dan mendapatkan 100 kue. Yang dia jual kembali seharga Rp 16,000.- Dengan begitu seseorang akan mendapatkan keuntungan sebesar (100 x Rp 1,000.-) Rp 100,000.-. Jika dengan memanfaatkan moment lebaran berhasil menjual 100 kue dalam sehari, bayangkan berapa keuntungan yang didapat selama satu bulan.
Maka selama satu bulan seseorang sudah dapat meraup untung sebanyak Rp 3,000,000.-. Kemudian mengembalikan uang yang dipinjam sebanyak Rp 1,500,000 + Rp 150,000 (sebagai bunga). Tersisa uang Rp 1,350,000 yang kemudian dianggap sebagai keuntungan.
Itulah yang dilakukan oleh bank-bank di Amerika saat itu. Karena di awal pelaksanaan berhasil meraup untung sangat banyak dari KPR. Kemudian mempermudah persyaratan kredit bagi seluruh warga Amerika tanpa lagi memeriksa kelayakan ekonomi masing-masing individu. Hal ini telah menarik minat para investor untuk melakukan hal yang sama. Dan para developer berlomba-lomba menciptakan produk untuk memenuhi kebutuhan market, dalam hal ini property. Kemudian terjalinlah kerja sama antara pihak bank, investor, dan developer.
Lalu apa jadinya jika masyarakat Amerika saat itu berhasil mendapatkan pinjaman property dengan mudah, namun tidak diimbangi dengan kemampuan bayar yang stabil? Seketika developer akan dirugikan dengan berkurangnya daya beli masyarakat, investor terpaksa gigit jari menanti keuntungan modal dari yang tersendat. Khususnya bank, perhatiannya terpecah karena beban pinjaman dan bunga kepada Bank Sentral yang tidak dapat ditinggalkan, tetapi tidak diimbangi dengan keuntungan karena kredit macet masyarakat.
Kondisi itulah yang disebut dengan Subprime mortage. Dimana bank maupun developer terpaksa menyita rumah dari masyarakat yang macet secara kredit. Bukan lagi keuntungan tunai yang didapat, melainkan sertifikat rumah yang kemudian harus menjual kembali untuk mendapatkan keuntungan. Bukan lagi menjual kepada yang berkemampuan tinggi (prime), melainkan juga menjual kepada sesiapapun yang berpenghasilan (subprime).
Kredit rumah untuk warga kurang mampu, apa bahayanya?
Hingga saat ini di Indonesia juga sudah banyak berbagai macam penawaran Kredit Pemilikan Rumah atau KPR baik dari developer maupun bank. Hal ini memang dikendarai oleh semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan rumah. Masyarakat mewajibkan diri menabung untuk sekedar mengumpulkan uang muka dan kemudian mulai mencari rumah idaman, yang tentunya bisa dicapai dengan KPR.
Disisi lain beberapa alternatif penawaran pun telah diutarakan oleh developer dan bank kepada calon pembeli, diantaranya DP (uang muka) ringan, cicilan rendah, tenor panjang, hingga BPJS pun sudah bisa dijadikan persyaratan. Kemudian tidak hanya karyawan tetap dengan penghasilan tinggi, masyarakat dengan penghasilan rendah atau tidak tetap pun BISA memiliki rumah dengan KPR.
Awalnya developer menawarkan rumah jadi ataupun rumah indent (belum jadi) kepada masyarakat, sampai-sampai juga menggaet makelar untuk memperluas pemasaran. Kemudian menghubungkan masyarakat kepada bank pemberi fasilitas KPR, yaitu bank. Disini bank bergerak sebagai investor, akan melakukan segala urusan administratif dan finansial yang diperlukan. Melakukan survey dengan surat-menyurat, data diri calon pembeli, dan menyiapkan perhitungan untung rugi yang didalamnya sudah disertai oleh bunga bank.
Jika persyaratan bisa dipenuhi oleh calon pembeli maka bank akan membayarkan sejumlah uang kepada developer untuk membeli rumah tersebut dan menerima sertifikat rumah. Dari sini developer akan mendapatkan uang hasil penyelenggaraan rumah, makelar akan diberi komisi yang tidak sedikit atas jasa pemasarannya.
Lalu bank? Mendapatkan harga rumah yang murah dari developer, sertifikat yang seharusnya menjadi milik nasabah akan disimpan sebagai jaminan, dan terakhir dengan tenang bank akan menerima hasil pembayaran dari nasabah. Sampai disini saja, baik makelar, developer, maupun bank, sama-sama mendapatkan untung yang tidak sedikit.
Siklus tersebut akan terus berlanjut. Makelar atau developer akan tergugah meminjam dana, bank penyedia dana juga akan meminjam dana kepada bank inti. Tujuannya adalah sama, yaitu untuk menyediakan fasilitas rumah untuk masyarakat dan mendapatkan untung dari situ.
Lalu persyaratan untuk masyarakat pun semakin dilonggarkan, masyarakat dengan penghasilan rendah sudah bisa mengajukan dan memiliki rumah, pagu kredit individu yang sudah ditentukan BI pun tak lagi dihiraukan.
Dari sinilah masalah akan muncul dimana suatu saat kredibilitas masyarakat penerima KPR menurun, tidak bisa dengan lancar mencicil, kemudian rumah ditarik oleh bank. Stok rumah developer menumpuk, pembangunan yang sedang terjalan harus terhenti.
Baki keuntungan bank, atau biasa disebut CDO (Collateralized Debt Obligation) secara perlahan kosong karena keuntungan yang seharusnya didapatkan oleh bank dari hasil cicilan benar-benar terhenti. Padahal baik developer dan bank juga harus membayar hutang kepada bank inti. Maka pada akhirnya terpaksa menjual murah rumah-rumah tersebut.
Jika kondisi diatas benar-benar terjadi, maka kondisi itulah penyebab adanya krisis ekonomi. Dimana semua orang terkena kredit macet, penghentian produksi rumah karena daya beli masyarakat juga menurun, dan keuntungan bank yang secara bertahap dan signifikan menurun.
Sebenarnya untuk di Indonesia tidak ada salahnya memberikan kredit kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Karena dari pemerintah pun saat ini sudah memiliki program subsidi. Dimana bank tetap bisa menawarkan dengan harga normal, hanya saja sebagian sudah dibayarkan oleh pemerintah. Kemudian bank hanya perlu membayar sisanya kepada developer.
Hanya saja, baik bank maupun developer haruslah tetap memberi perhatian pada kemampuan masyarakat. Menjaga asas pertanyaan mendasar tentang “berapa uang yang anda miliki, kapan anda bisa membayar” yang biasanya diperhalus dengan “berapa gaji per tahun, berapa tenor cicilan yang dikehendaki”.
Kemudian membuat perhitungan kemampuan masyarakat berdasarkan hasil jawaban yang didapat. Dengan begitu diharapkan tetap bisa membantu masyarakat mendapatkan rumah, dan mendapatkan keuntungan disaat bersamaan.
Artikel Terkait
- Bisakah KPR Untuk Rumah Indent (Belum Jadi)?
- Sebaiknya Beli Rumah KPR atau Tunai?
- Proses Pengajuan KPR dari A Sampai Z
- Peserta BPJS Ketenagaankerjaan Bisa Mengajukan KPR dengan DP 1%
Demikianlah artikel tentang kredit rumah untuk orang miskin memicu krisis ekonomi, semoga bermanfaat.