Pemikiran Al-Ghazali tentang Barter dan Uang
Siapakah Al-Ghazali? Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’I yang lebih dikenal dengan Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, sekaligus ahli filsafat Islam yang banyak memberikan sumbangsih bagi perkembangan dan kemajuan peradaban manusia. Lahir di Thus, Iran pada tahun 450 Hijriah atau 1058 Masehi.
Al-Ghazali telah menghasilkan banyak karya tulis dari berbagai latar belakang ilmu, seperti fikih, ilmu-ilmu Al-Qur’an, tafsir, logika, filsafat, tasawuf, politik, administrasi, termasuk ekonomi. Pemikiran Al-Ghazali di bidang ekonomi didasarkan pada konsep maslahat atau kesejahteraan sosial. Banyak hasil pemikiran Al-Ghazali di bidang ekonomi yang dianut hingga kini, termasuk tentang barter dan evolusi uang.
Apa itu barter?
Barter merupakan proses pertukaran barang yang dilakukan tanpa perantaraan uang. Objek dalam pertukaran ini umumnya adalah barang dengan barang. Dalam sejarah perdagangan, barter merupakan salah satu bentuk awal dari sistem perdagangan. Suatu sistem yang memfasilitasi pertukaran barang dan jasa ketika manusia belum menemukan uang sebagai alat tukar dalam perekonomian.
Dalam sistem barter, seseorang harus mencari orang lain yang bersedia diajak untuk melakukan pertukaran barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan. Pertukaran barang ini terjadi secara real time dalam arti pada saat itu juga.
Sebagai contoh Si A memiliki gandum, tetapi ia membutuhkan daging kambing. Maka, Si A harus mencari orang yang memiliki daging kambing. Katakanlah Si B memiliki daging kambing dan bersedia menukarkannya dengan gandum yang dimiliki Si A. Dengan demikian, Si A dan Si B dapat melakukan transaksi barter.
Kelemahan sistem barter
Pada awalnya sistem barter tak banyak mengalami kendala, karena mudah menemukan orang untuk diajak bertransaksi atau melakukan pertukaran barang. Namun seiring dengan berkembangnya peradaban manusia, sistem barter mulai mengalami kendala. Kebutuhan setiap orang semakin kompleks, sehingga jenis barang kebutuhan pun semakin beragam. Beberapa kendala yang dihadapi dalam sistem barter di antaranya:
- Semakin sulit menemukan orang yang bisa diajak melakukan barter, sebab barang yang dijadikan sebagai objek pertukaran tidak selalu dibutuhkan. Misalnya Si A memiliki gandum dan membutuhkan daging kambing yang dimiliki oleh Si B. Namun Si B tidak mau melakukan barter dengan Si A sebab tidak membutuhkan gandum.
- Nilai barang yang dipertukarkan sering kali tidak seimbang. Sebagai contoh, Si A memiliki gandum, tetapi dalam waktu yang sama juga membutuhkan seekor kuda untuk transportasi. Sebab itu, Si A harus mencari orang yang memiliki kuda dan bersedia menukarkannya dengan gandum. Namun, transaksi barter ini sulit untuk diwujudkan karena kedua jenis barang tersebut tidak memiliki kesamaan dalam hal nilai, sehingga dianggap transaksi tidak adil.
Dalam pemikiran Al-Ghazali, seseorang terkadang membutuhkan suatu barang yang tidak dimiliki, tetapi memiliki barang yang tidak diperlukan. Contohnya, orang memiliki safron (rempah yang mengandung minyak asiri dan zat pewarna) tetapi di saat yang sama membutuhkan unta untuk transportasi.
Di lain pihak ada orang yang memiliki unta tetapi tidak membutuhkannya dan lebih menginginkan safron. Jadi, ada dua orang yang saling membutuhkan untuk melakukan transaksi barter. Namun proses barter tentu tidak sesederhana itu, karena harus ada ukuran dari dua benda yang dipertukarkan, sebab pemilik unta tidak bisa memberikan seluruh unta hanya untuk sejumlah safron.
Tidak ada kesamaan ukuran antara safron dengan unta. Demikian pula jika ada orang yang menginginkan sebuah rumah tetapi memiliki beberapa lembar kain, atau menginginkan budak tetapi hanya memiliki kaus kaki.
Barang-barang ini tidak memiliki ukuran atau nilai perbandingan yang sama. Sebab itu, orang tidak bisa mengetahui berapa banyak safron agar memiliki nilai yang sama dengan seekor unta. Jadi, barter bukanlah transaksi yang sederhana, malah cenderung kompleks dan sangat sulit.
Guna menentukan proporsi ukuran dan nilai suatu jenis barang, dibutuhkan media yang bisa dengan adil menentukan dan menakar nilai suatu barang. Jika nilai suatu jenis barang sudah bisa dipastikan, maka bisa dibedakan dengan mudah antara barang-barang yang memiliki kesamaan nilai dengan yang tidak.
Sebab itu, Allah yang Maha Kuasa menciptakan dinar dan dirham sebagai alat tukar untuk semua jenis barang, keduanya dapat digunakan untuk menentukan nilai barang.
Misalnya, seekor unta sama dengan 100 dinar dan safron yang berjumlah banyak setara dengan 100 dinar. Sebab masing-masing barang memiliki kesamaan nilai, maka transaksi pertukaran dapat dilakukan.
Dengan pemikirannya yang komprehensif, Al-Ghazali mengemukakan bahwa sistem barter memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
- Tidak memiliki angka penyebut atau nilai barang yang sama.
- Barang yang dipertukarkan tidak dapat dibagi-bagi.
- Transaksi harus dilakukan atas dasar keinginan yang sama.
Fungsi uang
Bicara tentang uang, dulu tidak ada sekarang begitu dipuja. Al-Ghazali memiliki pemikiran bahwa uang merupakan salah satu penemuan penting dalam perekonomian. Uang mampu mengatasi permasalahan yang timbul dari suatu transaksi pertukaran. Secara garis besar, uang memiliki dua fungsi yakni sebagai alat tukar dan ukuran nilai.
- Uang sebagai alat tukar
Sebagai alat tukar, uang digunakan untuk membayar semua barang dan utang. Dalam hal ini Al-Ghazali menekankan bahwa uang tidak diinginkan demi uang itu sendiri. Artinya, uang hanya akan memiliki nilai apabila digunakan dalam suatu transaksi pertukaran.
Penggunaan logam emas dan perak setara dengan uang dirham dan dinar. Sebab itu, orang-orang yang dengan sengaja menimbun kepingan uang logam dan mengubahnya menjadi bentuk lain sangatlah terkutuk. Dirham dan dirman diciptakan untuk mengatur dan memfasilitasi pertukaran, serta menjadi simbol untuk mengetahui nilai suatu barang.
- Uang sebagai ukuran nilai
Uang diciptakan agar berpindah tangan atau bersirkulasi, sehingga bukan hanya untuk orang-orang tertentu. Setiap orang berhak untuk memilikinya sehingga dapat melakukan transaksi. Uang menjadi simbol untuk mengetahui dan menakar nilai suatu barang.
Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar atau pembayaran dan juga ukuran nilai. Sebab itu, uang tidak diperjualbelikan. Terjadinya eksploitasi ekonomi mengakibatkan ketidakadilan dalam bertransaksi.
Dalam pemanfaatan uang, sangat dimungkinkan timbulnya tambahan yang disebut dengan bunga atau riba. Al-Ghazali sangat menentang riba karena haram hukumnya dan merugikan. Bunga umumnya muncul dalam perkara utang-piutang, di mana orang yang meminjam uang harus memberikan tambahan dari jumlah pokok uang yang dipinjamnya. Keberadaan riba ini jelas bertentangan dengan fungsi utama uang, yakni untuk mengukur kegunaan objek pertukaran.
Artikel Terkait
- Definisi Uang, Fungsi, dan Jenis Uang
- Mengapa Kita Harus Membawa Uang Tunai?
- Mengapa Banyak Orang yang Tidak Memiliki Tabungan?
- Dasar-Dasar Keuangan Pribadi (Personal Finance)
Demikianlah artikel tentang pemikiran Al-Ghazali tentang barter dan uang, semoga bermanfaat bagi Anda semua.